Popular Post

Popular Posts

Posted by : Unknown Rabu, 23 November 2016


Malam itu aku dan keluargaku sedang makan malam bersama, awalnya semua itu memang sangat menyenangkan. Tapi, itu semua berubah ketika para perampok itu mendatangi rumah kami. Kami terkejut karena mereka langsung menyerang kami, lalu Ayahku berusaha untuk melindungi kami dari serangan perampok itu, dan ibuku segera menelpon polisi. Tapi sayangnya kami sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Sampai akhirnya orang tuaku di bunuh oleh mereka. Saat itu aku hanya melihat ibuku yang sudah tersungkur di lantai dengan pisau menancap di perutnya dan berusaha mengatakan sesuatu padaku. Kato, kau... harus tetap hidup. Perjalanan hidupmu... masih sangat panjang. Jadi, isilah hidupmu itu... dengan tawa bahagiamu dan jangan pernah menyerah pada apapun. Hanya itu yang dapat disampaikan oleh Ibuku sebelum dia pergi untuk selamanya. Sebelum mereka juga membunuhku, polisi datang terlebih dulu dan menangkap mereka.
Mimpi buruk itu selalu mendatangiku hampir setiap malam. Aku terbangun dan manarik napas yang dalam untuk menenangkan pikiranku. Harus sampai kapan aku mengalami mimpi itu terus?
Aku melepaskan selimut yang sedang kupakai dan ternyata Kakakku sedang berada di dalamnya. “Hmm... Kau bermimpi buruk ya, sayang?”
Sepertinya aku baru saja mengetahui darimana asal mimpi buruk itu datang.
“Sekarang pun aku masih bermimpi buruk,” jawabku kesal. Aku beranjak dari tempat tidurku untuk segera pergi ke kamar mandi. Ini masih sangat pagi untuk berangkat ke sekolah. Tapi kalau keadaannya seperti ini, aku tidak bisa melanjutkan tidurku karena dia pasti menggangguku.
“Oh iya. Ayumi-chan sedang menunggumu dibawah.”
Aku terdiam sejenak sebelum membuka pintu. Wajar saja kalau aku dan dia berangkat bersama ke sekolah karena rumah kami bersebelahan. Yang tidak wajar disini hanya apa yang Kakakku lakukan untuk membangunkanku. Aku pasti akan langsung pingsan jika Ayumi yang masuk ke dalam selimutku untuk membangunkanku.
Saat aku berjalan menuju kamar mandi aku mengintip ke ruang tamu. Aku melihat Ayumi sedang duduk di sofa sambil membaca buku.  Selesai mandi dan berpakaian aku pun menghampiri Ayumi untuk menyapanya. Dia hanya tersenyum melihatku berjalan ke arahnya.
“Hebat sekali. Ternyata Kakakmu benar-benar bisa membuatmu bangun dengan cepat. Aku penasaran dengan apa yang di lakukannya untuk membangunkanmu?”
“Lebih baik kau tidak mengetahuinya.” Aku merapihkan bajuku. “Karena penyihir itu selalu melakukan hal yang tidak wajar setiap membangunkanku,” lanjutku.
Tiba-tiba ada tangan yang melilit leherku dari belakangku. “Aku bisa mendengarmu anak muda,” bisik Kakakku.
Aku mencoba melepaskan tangannya tapi itu malah membuat dia melilit leherku dengan sangat kuat. Sekarang aku seperti mangsa yang sudah di tangkap  dan siap untuk dimakan oleh seekor ular python.
Aku mengulurkan tanganku ke depan Ayumi. “Ayumi... tolong aku...” Sebelum Ayumi bereaksi, Kakakku sudah melepaskan tangannya dari leherku dan tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa. Aku terduduk di lantai dengan hampir kehabisan napas.
“Jangan mau dengan pria lemah seperti ini Ayumi-chan. Menghadapi seorang wanita saja tidak sanggup,” celetuk Kakakku dengan suara meledek.
“Hah? Tidak ada wanita sepertimu di dunia mana pun,” gumamku dengan pelan.
“Kau bilang sesuatu?”
“Tidak,” jawabku ketus. Kakakku langsung pergi menuju ruang keluarga dengan wajah sombongnya. Ayumi terlihat sangat ketakutan sebelumnya tapi mengetahui itu hanya salah satu dari candaan pagi hari aku dan Kakakku, dia langsung tersenyum.
Sebelum Kak Touma sampai di ruang keluarga, dia terdiam dan membalikkan badannya. “Kudengar kau bergabung dengan klub. Semoga kali ini kau gunakan otakmu.”
“Aku tidak ingin mendengar itu dari orang yang tidak memiliki otak,” jawabku seketika itu juga.
Bukannya aku tidak mau menggunakan otak untuk berpikir atau aku bodoh. Semua orang tahu bahwa jika terlalu banyak berpikir kau akan langsung cepat lelah atau sakit. Jadi, aku tidak mau terlalu banyak memikirkan hal yang menurutku tidak penting.
Aku berjalan menuju pintu dan memakai sepatuku. “Ayo cepat kita berangkat.”
Di jalan menuju sekolah aku tidak mengatakan apapun. Tapi aku bisa melihat wajah Ayumi yang seperti penuh dengan semangat. Andai saja aku memiliki semangat sepertinya, aku pasti tidak akan jadi menyedihkan seperti ini. Banyak sekali murid sekolah selain aku dan Ayumi yang sedang berjalan menuju sekolah. Ada yang menaiki sepeda, ada yang berjalan bersama temannya dengan orang yang satunya menuntun sepedanya.
Aku terkejut ketika saat aku berjalan memasuki pintu gerbang sekolah tiba-tiba dari belakang ada seseorang yang merangkulku. Aku berhenti dan menoleh kebelakang. Sudah kuduga ternyata itu Izumi yang mungkin daritadi diam-diam mengikutiku dan Ayumi dari belakang. Mungkin dia berniat mengejutkan kami. Tapi sial baginya, mau berapa jauh pun dia bersembunyi, aku masih bisa merasakan aura kebodohannya.
“Sekarang masih pagi dan kalian sudah bermesraan saja,” ucap Izumi.
“Sekarang masih pagi dan hantu sudah muncul saja.” Kataku dengan suara datar. Aku melepaskan rangkulan Izumi dan berjalan lagi menuju ke dalam sekolah. Ayumi dan Izumi mengikutiku dan Izumi terlihat sangat kesal.
“Seperti biasa Tuan membosankan,” seru Izumi.
Aku menaruh sepatu di lokerku dan menukarnya dengan sepatu yang khusus di pakai di sekolah. Saat aku pertama kali masuk sekolah, aku bingung dengan sistem sepatu khusus ini. Aku berpikir bahwa ini sama sekali tidak ada gunanya dan hanya akan membuang-buang banyak waktu.
Saat aku berjalan menuju kelas di belakangku Izumi dan Ayumi terlihat sangat bersemangat membahas soal apa yang akan mereka lakukan di klub. Sementara aku hanya memikirkan bagaimana merepotkannya nanti melakukan kegiatan klub.
Aku masuk ke dalam kelas dan ternyata sudah banyak sekali yang datang walau masih sepagi ini. Yuki terlihat sedang membaca buku dan tidak tertarik bergabung dengan gadis di sebelahnya yang sedang membahas sesuatu sambil melihat ke arah majalah.
Tempat dudukku dengan Izumi, Ayumi, dan Yuki sangat berdekatan. Aku duduk di pojok belakang, sedangkan Izumi duduk di depanku. Di samping kananku adalah tempat duduk Ayumi dan di depan Ayumi adalah tempat duduknya Yuki. Aku tidak tahu kalau ini disebut kebetulan yang konyol.
Aku duduk di tempatku dan langsung melihat ke luar jendela. Masih banyak sekali murid-murid yang berdatangan.
“Ketua. Apa yang akan kita lakukan nanti?” tanya Izumi.
“Hari ini kita hanya akan membersihkan dan menata ruangan klub,” jawab Yuki sambil tersenyum.
“Yuki-san. Apa ruangan klub kita yang ada di sudut lantai tiga?”
“Benar,” jawab Yuki singkat.
“Bagaimana bisa kau tahu Kato?” potong Izumi.
“Kita ini membuat klub. Bukan bergabung dengan klub yang sudah ada. Semua ruangan sudah terpakai untuk klub yang sudah ada. Hanya ruangan itu yang tersisa.”
Salah satu alasan aku memutuskan untuk bergabung dengan Klub Relawan adalah karena aku tahu pasti ruangan itu yang akan menjadi ruangan klub kami. Ruangan itu di sudut sekolah ini dan jaraknya sangat jauh dibandingkan ruangan klub yang lain. Aku berpikir itu tempat yang tepat untuk membuat sebuah klub untuk orang sepertiku.
“Ruangan itu kan kudengar berhantu,” celetuk Ayumi dan membuat Yuki terkejut.
“Benarkah itu? Bagaimana menurutmu Kazuki-kun?” tanya Yuki sambil melihat ke arahku.
Aku lalu memandang keluar jendela lagi. “Jangan khawatir. Kita punya hantu sesungguhnya disini.”
“Aku tidak tahu mengapa. Tapi, sepertinya aku merasa kalau yang kau maksud itu aku?” tanya Izumi.
“Kau benar.” Aku menoleh ke arah Izumi. “Karena kau benar kau dapat nilai seratus. Teruslah berjuang agar bisa mengumpulan nilai satu juta,” lanjutku.
“Hei. Itu terdengar seperti bila aku berkata benar itu sesuatu yang aneh.”
“Kau benar lagi. Dalam satu menit kau sudah mendapatkan nilai dua ratus.”
“Kau sepertinya menikmatinya,” ucap Izumi dengan wajah kesal.
Aku hanya tersenyum sambil menopang daguku dengan tanganku. “Kau benar lagi. Aku tidak pernah menikmati sesuatu seperti ini.”
Tidak lama kemudian bel pun berbunyi dan pelajaran dimulai. Pelajaran hari ini membuatku mengantuk. Guru hanya menjelaskan pelajarannya sambil terkadang bercerita tentang dirinya sendiri.
Saat makan siang kami hanya merencanakan apa yang akan kami lakukan saat membersihkan ruangan klub dan sehabis itu menyiapkan semua peralatan bersih-bersih agar nanti kami tidak perlu repot lagi mencarinya. Jika ada dua orang wanita dalam satu klub, sepertinya aku tidak akan mengeluarkan banyak tenaga untuk membersihkan ruangan itu.
“Ayo kita pergi ke ruang klub sekarang,” ucap Ayumi.
Aku berdiri dan mengambil tasku. “Kalian duluan saja, aku mau mencuci wajahku dulu karena aku sedikit mengantuk.”
“Biar aku temani,” ujar Izumi.
“Aku bukan anak kecil. Tapi, terserahlah.”
“Baiklah. Kami akan menunggu di sana,” seru Ayumi sambil merapihkan kursinya.
Yuki dan Ayumi lalu berjalan keluar kelas menuju ruang klub. Aku dan Izumi pergi ke toilet untuk mencuci wajahku. Setelah selesai aku berjalan menuju ruang klub dengan Izumi. Walaupun kami mengambil jalur yang cepat untuk sampai ke sana dengan melewati ruangan murid kelas dua, tapi rasanya masih sangat jauh.
Masih banyak sekali murid kelas dua yang berada di kelasnya walaupun ini sudah waktunya pulang. Kebanyakan dari mereka sedang melakukan piket atau sedang menunggu temannya yang mungkin sedang ada keperluan. Saat aku melewati ruangan kelas 2-B aku melihat ada beberapa gadis yang sedang mengobrol sambil terkadang tertawa terbahak-bahak. Aku bisa mendengar omongan mereka seperti sedang membicarakan seseorang.
Wanita di manapun pasti selalu begitu. Tiada hari tanpa membicarakan orang lain.
Sesampainya di ruangan itu aku melihat Ayumi yang sedang mengeluarkan barang-barang dari dalam ruangan ke luar. Dia melihat kami aku dan Izumi yang sedang berjalan. “Kalian lama sekali,” ujar Ayumi.
“Jangan salahkan kami, salahkan jarak ruangan ini,” sahutku. Aku masuk ke dalam ruangan itu dan melihat ruangan ini mirip seperti gudang penyimpanan barang yang tidak terpakai. Banyak jaring laba-laba dan tumpukan barang yang kelihatan sekali yang menaruhnya di sini asal menaruh saja.
Aku dan Izumi diberikan sapu oleh Ayumi. Yuki juga sedang sibuk membersihkan lemari dan mejanya, sementara Ayumi memilih barang yang akan di keluarkan dari ruangan ini. Jika itu aku, aku akan membuang semuanya yang ada disini agar cepat selesai.
Aku baru tahu ternyata menyapu itu sulit sekali karena sambil kita membersihkan lantai, kita juga akan terkena atau menghirup debunya. Rasanya seperti kita memberikan hal yang baik pada seseorang tetapi orang itu membalasnya dengan memberikan sesuatu yang buruk.
Aku berhenti sejenak dan melihat ke arah luar dari jendela dengan ujung sapu menopang daguku. “Hei. Sapu itu tidak bisa bergerak sendiri. Lakukan tugasmu,” tegas Izumi.
“Baiklah sebagai permintaan maaf aku akan membelikan kalian minuman,” kataku dengan keras. Kemudian aku berjalan keluar ruangan klub untuk membeli minuman.
“Kato. Jangan alasan,” sahut Izumi dengan keras juga. “Aku tahu kau hanya tidak ingin melakukan tugasmu.”
Aku menoleh ke arahnya dan tersenyum. “Izumi-kun. Tiga ratus poin.”
“Biar aku temani,” tanggap Ayumi dengan cepat.
Aku berjalan menuju vending machine di dekat ruangan klub. Aku bisa mati kalau terlalu lama di ruangan berdebu seperti itu. Lagipula bagiku ruangan itu sudah bersih saat aku memutuskan untuk membeli minum, mereka saja yang terlalu detail membersihkannya.
“Kazuki-kun. Sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu padamu,” ucap Ayumi dengan suara lembut.
“Apa itu?” tanyaku singkat.
“Apa waktu itu Kak Touma pernah mengatakan sesuatu saat dia kembali dari rumahku padamu?”
“Tidak, memangnya apa yang dilakukan Kakakku di rumahmu?” jawabku seketika itu juga.
“Bukan apa-apa kok,” jawab Ayumi sambil tersenyum.
Aku bisa melihat ekspresi Ayumi yang lega akan sesuatu. Aku tidak akan bodoh dengan mengatakan bahwa Kakakku mengatakan dia mau membuat aku dan Ayumi menjadi sepasang kekasih seenaknya. Setahuku kau harus memiliki perasaan yang disebut cinta untuk bisa menjadi sepasang kekasih. Sedangkan perasaanku pada Ayumi hanya sekedar rasa terima kasih karena dia sering menyemangatiku ketika aku sedang terpuruk. Aku masih belum berniat untuk memikirkan apa itu cinta dalam waktu dekat ini.
Aku membeli kopi, jus jeruk, dan teh untuk mereka. Saat aku masuk ke ruang klub itu ternyata di dalam sudah ada Mia-sensei dan seorang gadis. Mia-sensei melihatku dan langsung mengambil jus jeruk yang ada di tanganku.
“Oh, Kato. Kebetulan sekali aku sedang haus,” ucap Mia-sensei lalu membuka penutup kaleng jus itu.
Sensei. Itu puny....” seru Izumi tapi terlambat karena Mia-sensei sudah meminumnya terlebih dahulu.
“Apa yang kau lakukan disini dan siapa gadis itu?” tanyaku sambil menyerahkan teh ke Yuki.
“Aku ingin melihat tugas kalian dan juga ingin kalian membantu gadis ini.”
Sensei... Kau tidak membantu sama sekali,” teriak Izumi.
Sensei... Izumi dapat empat ratus poin,” sahutku lalu berjabat tangan dengan Izumi. Mia-sensei langsung menghela napas.
“Baiklah. Aku akan mentraktir kalian makan jika kalian membantunya.”
Sensei... Aku ingin makan sushi,” teriak Izumi lagi.
Apa yang mau di bantu dari gadis ini? Dia terlihat biasa-biasa saja. Hanya sedikit pemalu saja menurutku. Yang lain juga pasti memikirkan hal yang sama. Tapi jika dia sampai datang ke sini bersama sensei tandanya ada suatu masalah yang sedang dia hadapi karena Mia-sensei juga adalah Guru konseling. Aku bertaruh dia hanya ingin melimpahkan pekerjaannya pada kami semua.
“Perkenalkan namaku Naomi Ren kelas 2-B,” sapa Naomi.
“Jadi, apa yang bisa kami bantu senpai?” tanya Yuki dengan serius.
“Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya,” lirih Naomi.
Dari sikapnya sepertinya dia mempunyai masalah yang jika diceritakan akan menyebabkan dirinya malu. Aku bisa menebak bahwa Mia-sensei butuh waktu lama membujuknya untuk datang meminta bantuan pada kami.
“Kau bisa mengatakannya pada kami,” sahut Ayumi.
“Aku malu mengatakannya.”
“Percaya pada kami Naomi-san. Kami akan membantumu.”
“Sudah kuduga aku tidak bisa mengatakannya,” lirik Naomi sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Yuki dan Ayumi langsung menghampirinya dan mencoba menenangkannya. Izumi serta Mia-sensei hanya terdiam dan kelihatan sangat bingung. Dari ekspresi sensei yang terkejut juga menandakan kalau Naomi sepertinya juga belum mengatakan masalahnya pada sensei. Mungkin itu juga yang menyebabkan dia membawa Naomi pada kami.
Aku berjalan ke arah pintu dan saat aku di samping Naomi aku berhenti tepat disampingnya. “Senpai. Kami sudah lelah seharian membersihkan ruangan ini. Hentikan sikap konyolmu dan katakan pada kami apa masalah yang sedang kau alami sekarang atau kau tidak perlu datang ke sini. Tujuan klub kami adalah membantu masalah orang lain, tentu kami merasa senang kau meminta bantuan kami. Jika dari awal kau tidak mau mengatakannya, seharusnya kau juga tidak perlu ke ruangan kami karena pasti kau tahu ruangan kami sangat jauh dan melelahkan. Tapi, jika keadaannya seperti ini kau hanya mempermainkan kami dan membuang-buang waktu kami,” bisikku dengan suara pelan.
Aku keluar dan menutup pintu. Aku bersandar pada dinding di depan ruangan klub sambil memandangi langit yang sudah mulai berwarna jingga dan ada kulihat beberapa burung yang terbang di langit itu.
Jika dia tidak juga memberitahukan masalahnya setelah aku mengatakan itu. Berarti dia benar-benar tidak butuh bantuan orang lain.
“Baiklah, aku akan mengatakannya`.” Suara Naomi-senpai terdengar sampai keluar ruangan. Aku pun mendengarkan apa yang ingin di katakan olehnya.
“Sebenarnya aku mempunyai seorang sahabat yang sangat berharga bagiku. Aku dan dia sudah sangat lama saling kenal dan selalu melakukan banyak hal bersama-sama. Tapi, akhir-akhir ini dia mulai menjauhiku. Aku tidak tahu apa alasannya, tapi yang selalu kulihat ketika saling bertemu adalah matanya yang seperti mengatakan kalau aku sudah melakukan hal yang sangat buruk kepadanya. Dan, teman-teman sekelasku juga melihatku dengan tatapan itu. Aku sudah bertanya kepada sahabatku tentang ini dan dia hanya bilang untuk tidak perlu berurusan lagi dengannya. Aku seperti orang yang terbuang. Karena itulah aku ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepada sahabatku, jadi aku meminta bantuan kepada Mia-Sensei dan dia menyarankan kepadaku untuk datang ke Klub Relawan ini. Jadi begitulah, aku datang kesini untuk meminta Klub Relawan membantu menyelesaikan masalahku.”
“Tentu saja kami akan membantu senpai menyelesaikan masalah ini, benarkan Kazuki-kun?” Aku hanya tersenyum mendengar Ayumi mengatakan hal yang sok keren begitu.
“Siapa yang tahu, mungkin saja kita tidak bisa menyelesaikan masalahnya. Benarkan, Hantu?” Aku menjawabnya dari luar ruangan.
“Kalau kau bertanya padaku panggil aku dengan benar!” Suara Izumi terdengar di balik pintu.
“Tuan Hantu?” Ucapku singkat dan langsung terdengar teriakan dari dalam ruangan. “Panggil aku dengan nama!”
Setelah itu hanya terdengar tawa dari dalam ruangan, sepertinya Naomi-senpai sudah sedikit lebih tenang sekarang, begitu juga denganku. Aku pun kembali ke dalam ruang klub.
“Bagaimana Ketua? Apa jawabanmu?” Tanyaku.
“Kau sudah tahu jawabannya kan? Ini akan menjadi kasus pertama untuk Klub Relawan jadi kita harus bisa menyelesaikannya.”
“Baiklah... Aku akan berjuang sekuat tenaga.” Izumi semakin bersemangat dengan hal ini. Dan mungkin dia bisa berguna untuk suatu hal nanti.
“Aku juga” Sahut Ayumi.
Semuanya diam dan melihat ke arahku, aku sudah tahu apa maksudnya itu. Aku menghela nafas panjang sebelum mengatakannya. “Aku tidak punya pilihan lain lagi kan?” Ujarku.
“Baiklah. Kalau begitu kita akan memulai penyelidikannya. Pertama, kita akan mencari petunjuk agar kita bisa melakukan langkah selanjutnya.” Ucap Yuki.
Tidak buruk juga Yuki yang menjadi pemimpin di sini. Sepertinya ini akan berakhir dengan cepat. Setelah itu Yuki diam sejenak sebelum akhirnya mulai berbicara lagi.
“Tapi bagaimana cara kita menemukannya?”
Aku tarik kembali kata-kataku barusan. Kembalikan, kembalikan pujianku tadi. Kalau seperti ini terus semuanya tidak akan selesai. Sepertinya memang harus aku yang melakukannya.
“Pertama-tama Senpai, siapa nama sahabatmu itu?” Tanyaku.
“Shiranami Shizuku”
“Kalau begitu, Kapan kira-kira Shiranami­-Senpai mulai menjauhi Naomi-Senpai?
“Hmm, aku rasa sejak pertama kali kami naik ke kelas 2”
“Kalau begitu, banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi”
“Kemungkinan?” Tanya Ayumi.
“Benar, misalnya ada seseorang yang mengancamnya untuk menjauhi Naomi-Senpai.”
“Itu benar, mungkin itu penyebab perubahan sikap Shiranami-Senpai.” Ujar Izumi.
“Itu hanyalah hipotesis, masih belum pasti. Kita tidak bisa mengambil kesimpulan dengan petunjuk yang masih sangat sedikit.” Ucapku.
Aku kembali diam dan terus berpikir untuk menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini. Yang lainnya juga terlihat memutar otak untuk dapat menemukan petunjuk yang lebih kuat. Kalau kita tidak bisa mendapatkan informasi lagi dari Naomi-Senpai, satu-satunya cara yang lain adalah bertemu langsung dengan Shiranami-Senpai dan bertanya tentang hal ini. Tapi masalahnya adalah apakah dia mau memberi tahu kepada kami alasannya menjauhi Naomi-Senpai. Merasa ragu pun percuma. Jadi kuputuskan untuk menanyakan langsung kepada orangnya. Dan sepertinya aku tahu bagaimana caranya.
Sensei, kalau kau tidak ada kerjaan lain, lebih baik kau membantuku sedikit, daripada kau hanya diam disini.” Seruku.
“Baiklah, apa yang bisa kubantu?”
“Aku ingin kau membawa Shiranami-Senpai ke sini. Dan aku ingin Sensei menceritakan alasan memintanya datang ke Klub Relawan. Kalau guru yang meminta pasti dia tidak akan menolak, kan?”
“Kalau aku bukan Guru Konseling dan pembimbing klub ini, aku pasti tidak akan mau melakukannya.”
“Maaf Sensei, tapi aku mengandalkanmu.” Dan Sensei langsung bergegas melakukan apa yang kuminta, pasti membutuhkan sedikit waktu untuk membawanya ke ruangan klub yang jauh ini. Dan itu juga kalau Shiranami-Senpai belum pulang ke rumahnya.
“Kato, sebenarnya apa yang ingin kau lakukan dengan membawa Shiranami-Senpai ke sini?” Sepertinya Izumi sedikit bingung dengan apa yang ingin kulakukan. Jadi aku menjelaskan sedikit tentang rencanaku.
“Aku hanya ingin mengetahui apa yang terjadi pada Shiranami-Senpai. Jadi aku memutuskan untuk bertanya langsung kepadanya.”
“Apa kau yakin dia akan mau mengatakannya kepada kita?” Tanya Yuki.
“Tenang saja, aku akan memintanya baik-baik. Lagipula aku hanya menanyakan hal yang normal. Dan Naomi-Senpai, aku ingin kau tidak membuat keributan saat Shiranami­-Senpai datang.” Dan Naomi hanya menjawab dengan anggukan.
Aku mengatakan hal itu, karena aku tidak ingin dia nanti mengacaukan rencanaku. Sudah hampir beberapa menit berlalu dan Sensei juga belum kembali. Aku sempat berpikir untuk menyuruh Izumi mencarinya kalau dia belum juga kembali dari misinya. Tapi tidak lama setelah aku memikirkan hal itu, Sensei kembali dengan seseorang yang tidak lain adalah Shiranami-Senpai. Dia sedikit bingung saat melihat Naomi-Senpai ada disini. Aku pun langsung berdiri dan menghampirinya untuk menyambutnya.
“Terima kasih sudah mau datang ke Klub Relawan ini Senpai. Namaku Kazuki Kato, aku anggota klub ini. Maaf sudah membuatmu jauh-jauh datang kesini.”
“Namaku Shiranami Shizuku dari kelas 2-B. Salam kenal” Dia mengatakan itu dengan sopan dan membungkukkan badannya.
Senpai, apa kau sudah mengetahui alasan kenapa di bawa ke sini?” Aku menanyakannya karena aku sedikit ragu jika Sensei tidak menjelaskannya.
“Aku sudah mengetahuinya dari Sensei, jadi apa yang akan kau lakukan?”
“Baguslah, kalau begitu langsung saja. Senpai, aku ingin bertanya tentang sesuatu kepadamu, apa boleh?”
“Tentu.” Jawabnya singkat
“Aku ingin tahu apa yang menyebabkan perubahan sikap Senpai kepada sahabatmu sendiri.” Saat aku mengatakan itu ekspresinya sedikit terkejut dan aku pun melanjutkan apa yang ingin kukatakan. “Aku ingin tahu apa saja yang terjadi sebelum kalian naik ke kelas 2. Maaf kalau pertanyaan ini membebankanmu, tapi jika kau mengatakannya mungkin saja aku bisa menemukan titik terang pada masalah ini.”
Dia hanya diam dan tidak menunjukan tanda-tanda kalau dia ingin mengatakannya. Aku pun mendekat ke arahnya karena ingin membuatnya mengatakan hal yang kuminta. “Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian, tapi apa kau ingin ikatan yang sejak lama kau jalin bersama Naomi-Senpai hancur begitu saja?”
Dia lalu melihat ke arah Naomi-Senpai sejenak sebelum akhirnya dia mengambil keputusan untuk mengatakannya atau tetap menyimpannya sendiri.
“Baiklah... Aku akan menceritakannya”
Akhirnya dia mau mengatakannya. Karena sebenarnya aku tidak mau memaksanya lebih dari ini.
“Saat itu adalah hari sebelum kami kembali masuk ke SMA Sumire sebagai murid kelas 2. Aku sedang berjalan-jalan di sekitar taman kota, dan ada seorang temanku yang menghampiriku dan menyapaku. Kami sedikit berbincang-bincang di sana. Dan saat aku ingin pulang ke rumah dia menahanku, aku sedikit bingung dengan sikapnya. Dan dia menyatakan perasaannya padaku. Aku sangat terkejut saat itu. Tapi, tentu saja aku menolaknya karena aku ingin fokus pada tujuanku dan lagi pula aku tidak mempunyai rasa apapun padanya, aku hanya menganggapnya sebagai teman. Dan lalu dua hari sejak dia menyatakan perasaannya, aku menerima sebuah surat yang aku terima dari Naomi...”
Ekspresi Naomi-Senpai berubah menjadi terkejut. “Tapi, aku tidak pernah mengirimkan surat apapun padamu, dan juga aku tidak punya hubungan apapun dengan Yamori-kun, aku dan dia hanyalah...”
“Naomi-Senpai, bukankah tadi aku sudah bilang untuk tidak membuat keributan saat Shiranami­-Senpai ada disini? Apa kau sudah lupa?” Potongku karena dia tidak melakukan apa yang kuminta. Dia hanya terdiam dengan tangan yang mengepal kuat karena sudah tidak tahan dengan apa yang di dengarnya.
Senpai, silahkan lanjutkan.”
Dia menganggukan kepalanya dan mulai bercerita lagi. “Dan ketika aku membacanya didalamnya tertulis Berani sekali kau mendekati Yamori-kun, aku kira kita ini sahabat, tapi ternyata kau malah menghianatiku. Aku sangat kecewa  denganmu, sekarang kau mulai menunjukan sifatmu yang sebenarnya. Mulai sekarang jangan pernah muncul di hadapanku lagi. Dasar penghianat. Aku sangat terkejut dengan apa yang kulihat saat itu. Rasa kecewa dan sedih bercampur menjadi satu. Dan sejak saat itu aku putuskan untuk menjauhi Naomi dan melupakan semua kenangan yang kulakukan bersamanya.”
“Lalu, apa kau yang memberitahukan kepada teman sekelasmu tentang hal itu yang membuat Naomi-Senpai di benci oleh mereka?”
Dia hanya bingung mendengar pertanyaan dariku. “Aku tidak pernah memberitahukan tentang hal itu pada siapapun bahkan kepada orang tuaku sekalipun. Aku memutuskan untuk  memendam rasa sakit itu sendiri.”
“Kalau begitu, ini adalah perbuatan orang lain yang merasa tidak suka kepada Senpai, karena mengira Senpai sudah mendekati orang yang bernama Yamori itu. Kemungkinan dia adalah seorang gadis yang menyukai Yamori sejak lama.”
“Jadi, yang mengirim surat itu bukanlah Naomi?”
“Naomi-Senpai tidak akan pernah menghianati sahabatnya sendiri, aku bisa bilang begitu karena saat dia datang kesini dan meminta bantuan kami, aku tidak melihat sedikit pun kebohongan dari matanya.” Seru Ayumi membela Naomi-Senpai.
“Aku tidak bisa menyangkalnya, karena itu memang benar.” Sahutku.
Mendengar hal itu Shiranami-Senpai hanya terdiam menunduk melihat ke arah lantai. Dan Naomi-Senpai menghampirinya dan langsung memeluknya. Suasana ruang klub yang baru saja kami bersihkan berubah menjadi perasaan yang mengharukan.
“Aku tidak akan pernah bisa menghianatimu ataupun berbohong kepadamu sedikitpun, bahkan jika aku bisa aku tidak akan mau melakukannya. Karena kau adalah Sahabat yang paling berharga bagiku. Dan aku tidak ingin kehilangannya.”
Mendengar itu Shiranami­-Senpai menjadi sedikit rapuh dan mulai meneteskan air matanya. Dia balas memeluk Naomi-Senpai dan mengatakan kata Maaf berulang-ulang karena merasa sangat bersalah. Saat aku melihat ke arah yang lainnya, Ayumi terlihat tersenyum dan sedikit mengeluarkan air mata. Yuki, melihat ke arahku dan tersenyum kecil sedangkan Izumi sudah ingin menangis walaupun dia sangat berusaha untuk menahan air matanya agar tidak jatuh setetes pun agar terlihat keren.
Aku melihat keluar jendela dan nampak matahari sudah mulai tenggelam, langit berwarna jingga perlahan-lahan berganti dengan biru gelap. Dan sekarang tahap pertama untuk menyelesaikan masalah ini sudah terlewati. Kami memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan pada esok hari. Kami pun bersiap untuk pulang dan para Senpai juga sudah beranjak pulang ke rumahnya masing-masing. Di perjalanan pulang aku berpikir kalau hari ini cukup melelahkan, dan besok pastinya akan menjadi hari yang lebih merepotkan. Karena, kami akan segera mengungkap kebenarannya. Di persimpangan jalan aku dan Ayumi berpisah dengan Izumi dan Yuki, karena rumah kami berbeda jalur.
“Hei, Hantu. Jangan menangis lagi saat sampai di rumah ya...” Ucapku sedikit meledek.
“Tidak akan! Lagipula aku tidak menangis.”
“Ya, ya, aku hanya memberi saran. Karena kau bilang kau ingin terlihat keren di mata para gadis.”
“Aku tidak pernah bilang itu!”

Ayumi dan Yuki tertawa mendengarnya dan aku hanya tersenyum puas setelah meledeknya. Kemudian kami pun berpisah dan dari kejauhan terlihat Izumi dan Yuki melambaikan tangan kepada kami, dan kami membalasnya dan segera berjalan lagi. Saat aku dan Ayumi sampai di rumah, Ayumi hanya mengucapkan "Selamat malam" dengan sedikit tersenyum dan kemudian masuk ke dalam rumahnya. Aku masih diam di depan rumah karena ingin mengambil udara segar untuk menghilangkan sedikit perasaaan lelah. Aku pun menatap ke langit dan melihat Bulan sudah mulai menampakan dirinya. Indahnya pikirku. Kemudian angin malam yang dingin mulai memaksaku untuk masuk ke dalam rumah dan mengakhiri pemandangan yang indah dan menenangkan ini.

- Copyright © Yorozuya Blog (万事屋ブログ) - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -