Popular Post

Popular Posts

Posted by : Unknown Rabu, 23 November 2016


Kemarin, aku menceritakan masa laluku kepada Ayumi dan meluapkan semua rasa sakit di hatiku kepadanya. Dan karena dia juga aku jadi bisa sedikit melupakan kenangan-kenangan kelamku di Tokyo dengan kehangatan yang di berikannya. Aku terkejut karena dirinya tiba-tiba datang kesini dan ingin membuatku kembali menjadi seperti saat aku berada di masa-masa SMP-ku dulu lagi. Tapi, aku tidak mengerti dengan apa yang ada di pikirannya. Padahal saat di SMP aku tidak begitu mengenalnya atau bisa di bilang memang tidak mengenalnya. Namun, berkat dialah aku jadi bisa sedikit merasakan hangatnya kebahagiaan yang sudah lama tidak dapat kurasakan lagi semenjak insiden itu.
Baru beberapa jam rasanya aku tidur, tapi ternyata sudah pagi lagi. Kehidupan malamku berlalu sangat cepat. Dan pagi ini juga aku disambut dengan sinar mentari pagi dan kicauan para burung.
“Haaahh, Semoga hari ini menjadi hari yang tidak merepotkan dan tenang bagiku” Ucapku seraya berdoa
Tiba-tiba Kakakku masuk ke dalam kamarku dengan wajah bodoh. “Seperti biasa, doamu itu hanya tidak ingin terlibat dengan semuanya.”
Aku bangun dari tempat tidurku, berjalan melewatinya, dan berhenti sebentar untuk mengucapkan sesuatu dalam hatiku. Tepat sekali. Aku juga tidak ingin terlibat denganmu. Aku menoleh ke Kakakku sebentar sebelum aku melangkah lagi.
“Itu tidak bisa, karena mau bagaimanapun kita sudah terikat dengan hubungan Sedarah ini.”
DASAR PENYIHIR!!!!! DIA BISA MEMBACA PIKIRANKU!!!! Hubungan sedarah....... Menakutkan!
Ah, biarlah, mungkin saja itu hanya kebetulan ucapannya seperti itu. Aku berjalan lagi menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi aku masih mengingat kejadian kemarin. Saat Ayumi mulai memelukku dan membiarkan aku tidur dipangkuannya. Sekarang aku baru sadar kalau itu sangat memalukan. Aku tidak percaya kalau aku bisa melakukan itu semua.
Setelah selesai mandi aku hanya sarapan dengan roti dan telur. Sedangkan Kakakku hanya minum kopi. Mungkin karena itu dia menjadi bodoh, karena asupan nutrisinya di pagi hari hanya di dapatkan dari biji-biji kopi itu. Aku tidak tahu itu anugerah atau apa pun itu. Tapi dia tetap kakakku. Saat aku sedang melihatnya dengan wajah penuh rasa kasihan di wajahku, dia tiba-tiba mengatakan sesuatu.
“Kato, kau sudah tau kalau ada tetangga baru di sebelah rumah kita, kan?” Kata kakakku sambil meneguk kopinya.
“Iya, kenapa?” Aku membalasnya dengan rasa malas yang mulai menjalar di tubuhku. Aku takut dia mengatakan hal-hal aneh atau berbuat bodoh di depan Ayumi dan keluarganya.
“Kemarin malam aku berkunjung ke rumah mereka, dan mereka ternyata sangat ramah dan baik. Dan juga, dia mempunyai anak perempuan yang cantik dan imut loh”
Kakakku sudah bertemu dengan Ayumi? Ayumi yang malang. Semoga dia tidak mendengarkan apa pun yang di katakan si bodoh ini, kalau dia mengatakan yang aneh-aneh soal diriku ke Ayumi dan keluarganya. Aku pastikan hubungan sedarah yang tadi dia katakan padaku akan aku lupakan.
 “Jadi aku menyarankan kepada mereka agar kau berpacaran dengan anak mereka, dan mereka setuju.”
Aku hampir tersedak minumanku saat mendengarkannya. Apa yang makhluk itu lakukan? Kenapa dia seenaknya? Apa yang dia pikirkan? Melihatnya tersenyum puas sambil mengatakan itu, membuatku lupa kalau dia kakakku. Baru saja aku memikirkan akan melupakan tentang hubungan sedarah yang dia katakan kalau dia bicara sesuatu yang aneh kepada Ayumi dan keluarganya, tapi dia malah mengatakan hal yang lebih parah daripada di sebut aneh. Apa yang Ayumi pikirkan saat mendengar ocehan si bodoh ini? Kuakui.. aku sedikit..... penasaran.
Aku lalu berjalan ke arah dapur dan mengambil sebilah pisau, dengan tersenyum aku mengacungkan pisau dapur itu tepat di depan wajahku “Kak... kau mau hidupmu berakhir sampai disini!?”
Dia mengeluarkan ekspresi yang sangat serius seperti dia sedang bertarung di kompetisi bela diri. Dengan cepat dia memegang tanganku yang sedang memegang pisau dan dengan satu gerakan, posisinya sudah terbalik. Aku yang sekarang di acungkan pisau di depan mataku.
 “Ayolah, bukankah ini kesempatan bagus untuk memulai kehidupan yang baru?”  ucapnya sambil mengayunkan pisau itu di depan mataku.
“Kesempatan bagus apanya? Kau hanya memperburuk keadaan!” Jawabku dengan nada ketus.
“Dan juga sepertinya nanti Ayumi-chan akan kesini untuk berangkat bersamamu. Jadi, lebih baik kau segera bersiap.”
“Kenapa kau yang memerintahku?”
“Sudah cepat!”
Kenapa semakin hari malah semakin memburuk keadaannya. Sepertinya doaku pagi hari ini juga tidak di terima oleh Tuhan. Apakah ini semua takdir atau hukuman untukku karena menjadi orang yang tidak perduli dengan sekitarnya? Aku seperti ini bukan karena aku benci Kakakku, tapi aku hanya benci jika aku selalu di ganggunya. Sepertinya di dunia ini tidak ada orang lain yang bisa dia ganggu.
Dengan segera, akupun langsung bersiap untuk berangkat ke sekolah. Walaupun, bisa di bilang ini masih terlalu awal untukku yang biasanya datang paling lambat ke sekolah. Dan tidak lama bel rumah kami berbunyi.
“Iya sebentar” Jawab kakakku.
Hanya suara kakakku yang bisa kudengar dari kamarku saat ini. Dan beberapa menit kemudian dia mulai memanggilku ke bawah. Aku pun langsung turun dan melihat sosok Ayumi yang sudah menungguku untuk berangkat ke sekolah bersama.
“Selamat pagi, Kazuki-kun” Sapa Ayumi dengan senyumannya yang khas ­­itu.
“Kau cukup bersemangat ya pagi hari ini.”
“Apa iya?”
“Apa... aneh sekali? Tidak ada hal lain yang kalian lakukan saat bertemu? Bagaimana dengan kecupan selamat paginya?” Ucap seseorang yang tidak lain adalah kakakku.
Aku terkejut ketika mengetahui Kakakku sudah ada di belakangku, dengan wajah bodohnya dan tangan bersandar pada bahuku yang sedang memakai sepatu dia mengatakan sesuatu yang bodoh seperti itu tanpa memikirkannya terlebih dahulu.
Nampaknya Ayumi juga sangat terkejut mendengarnya. Aku bisa melihat wajahnya tiba-tiba merah merona. Dia sampai tidak bisa berkata apa-apa saat mendengarnya.
“Jangan di dengarkan Ayumi, dia memang sudah rusak dari lahir.”
“Kejamnya, kalau begitu kenapa hanya aku yang rusak?” Balas Kakakku dengan memukul memukul kepalaku.
“Entahlah, tanyakan saja pada I... Lupakan saja.”
“Apa kau masih saja memikirkannya, Kato?” Ucap kakakku
“Berisik, Aku berangkat dulu”
Aku langsung berdiri dan berjalan keluar melewati Ayumi. Aku juga melihat ke belakang dan melihat Ayumi sempat membungkuk dan memberi salam pada Kakakku lalu segera menyusul langkahku. Aku tidak bisa membiarkan dia terus bersama Kakakku. Apapun akan kulakukan agar bisa membuat mereka berdua tidak bertemu.
Jujur saja aku sangat gugup pergi ke sekolah bersama teman apalagi dia seorang wanita. Tapi sepertinya Ayumi benar-benar orang yang sangat tenang, di wajahnya sama sekali tidak ada ekspresi gugup. Sedangkan aku terus memikirkan kalau aku sedang bersama dengan gadis yang kemarin memelukku dan membiarkanku tidur di pangkuannya untuk pertama kalinya. Bahkan, Kakakku saja tidak pernah melakukan itu padaku, pada saat orang tua kami terbunuh, Kakak sedang kuliah dan tidak mengetahui kejadian itu. Setelah itu dia hanya mengenggam tanganku dan berjanji kalau dia akan menjagaku sampai kapanpun. Saat itu aku bisa melihat walaupun Kakak tidak menangis tapi hatinya sangat hancur. Dan dia bisa menunjukkannya, kalau selama ini dia bisa melindungiku dan mengurus semuanya sendirian.
“Kazuki-kun kenapa kau sangat terburu-buru?” Tanya Ayumi sambil melihat ke arahku.
Aku tidak sadar dia sudah berjalan disampingku. “Tidak apa-apa, aku hanya ingin segera ke sekolah.” Balasku sinis karena sudah tidak ingin membahas hal itu.
Selama aku berjalan menuju sekolah, Ayumi selalu tersenyum. Dia seperti mengalahkan semua keindahan di pagi hari ini. Bahkan sinar matahari pagi ini tidak mampu mengalahkan senyuman yang terlukis di bibirnya. Aku sesekali melihatnya dan entah kenapa di dalam diriku aku merasa tenang, merasa nyaman, dan merasa hangat di dalam hatiku.
Sesaat aku sampai di sekolah, ternyata turun hujan. Untung saja aku dan Ayumi sudah tiba terlebih dahulu sebelum kami kehujanan. Seharusnya pelajaran hari ini ada pelajaran olahraga yang sangat tidak ingin kuikuti karena sangat melelahkan. Dan bagusnya sekarang sedang hujan. Jadi kelas olahraga di liburkan untuk hari ini karena kami tidak bisa turun ke lapangan.
Kemudian Izumi mulai bicara dengan wajah tidak bersemangat, “Ahh, di saat seperti ini cuaca menjadi tidak mendukung.”
“Apa maksudnya dengan di saat seperti ini?”
“Bukan apa-apa. Aku hanya malas belajar di kelas. Aku lebih suka olahraga karena tidak menggunakan otak.”
“Begitukah? Kalau begitu, berarti hanya aku yang benar-benar mensyukuri hujan yang diberikan oleh Tuhan di sini.”
“Jarang sekali kau mensyukuri sesuatu. Apa yang kau syukuri dari hujan ini?” Ucap Izumi
 “Suasana yang nyaman untuk tidur pastinya,” jawabku dan lalu menaruh kepalaku diatas meja.

Cuma saat hujan waktu yang tepat untuk tidur. Mungkin tidur kedengaran seperti sesuatu yang sepele. Tapi bagiku tidur itu sebuah obat penenang yang sangat bagus apalagi saat aku sedang memikirkan masa laluku. Hanya dengan tidur aku bisa sedikit mengurangi rasa sakit akibat kehilangan orang tuaku. Dan tentunya obat yang paling bisa menenangkan hatiku adalah ketika aku tahu Kakakku yang satu-satunya anggota keluargaku baik-baik saja.
Suara kelas yang berisik membuatku tidak bisa tidur dengan tenang. Aku pun hanya memejamkan mata untuk bersantai. Aku bisa mendengar suara berbagai macam suara di kelas ini. Di salah satu semua suara di kelas ini, aku mendengar suara Ayumi. Aku membuka sedikit mataku dan melihat bahwa dia sedang berbicara dengan Izumi. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, aku sedikit penasaran, tapi aku tidak mau mereka pikir bahwa aku orang yang suka ikut campur pembicaraan orang lain.
“Terlebih lagi, aku penasaran apa yang kalian lakukan di taman waktu itu? Kau menyatakan cinta pada Kato?” Tanya Izumi pada Ayumi.
Gawat, si bodoh itu menanyakan sesuatu yang tidak berguna. Semoga Ayumi tidak menjawab dengan jawaban yang sama tidak bergunanya dengan pertanyaan itu.
“Tidak. Kami hanya membicarakan sesuatu sebagai sesama murid pindahan,” jawab Ayumi sambil tersenyum.
“Benarkah?”
“Iya.”
Bisa gawat kalau sampai Izumi tahu apa yang terjadi di taman hari itu. Cukup Ayumi saja yang tahu semua tentangku. Semoga Ayumi juga berpikir seperti itu.
Kemudian aku terbangun dan melihat mereka berdua. Mungkin mereka pikir aku baru saja terbangun dari tidur sebentar itu. Sebenarnya aku sama sekali tidak tidur dan bisa mendengar semua yang mereka katakan. Kau tidak akan pernah bisa tidur jika Izumi berada disampingmu.
“Apa kalian sudah masuk ke sebuah klub?” tanya Ayumi.
“Belum. Lagi pula aku ini anggota OSIS. Tapi, setahuku si bodoh yang bisanya hanya tidur ini juga hanya ikut Klub Pulang Ke Rumah.”
 “Izumi-kun, kau OSIS? Heh... aku tidak memperhatikannya,” ucap Ayumi
Aku pun juga belum tahu kalau si bodoh ini anggota OSIS. Aku pikir orang seperti dia tidak akan pernah diterima jadi anggota OSIS. Orang seperti dia hanya pantas masuk klub merangkai bunga. Mungkin sebaiknya aku tidak mengatakannya kalau aku tidak tahu dia sebenarnya anggota OSIS.
Setelah mendengar itu Izumi langsung seperti menjadi orang lain, orang yang tidak ada semangat dalam dirinya, “Sepertinya aku kekurangan perhatian.”
“Tenang saja, bukan hanya Ayumi saja yang tidak tahu, tapi seisi kelas ini juga begitu. Benar kan, semua? Kalian semua tidak tahu kalau Haru Izumi anggota OSIS, kan?” Tanyaku pada semua orang di kelas.
Mereka lalu saling melihat satu sama lain dan tidak ada yang menjawab sama sekali. Aku bisa melihat wajah kaget mereka semua. Jelas saja, aku yang selalu bersamanya saja tidak tahu. Apalagi mereka? Dan sesaat kemudian ada seorang gadis yang mengangkat tangannya.
“Anu... Aku kira itu hanya mitos,” ucapnya dengan nada ketakutan.
“ITU BAHKAN LEBIH BURUK LAGI!!!” teriak Izumi, “Lagipula, aku lebih memilih tidak ada yang tahu dibanding mereka tahu dan menganggap itu hanya mitos,” lanjutnya.
Ayumi lalu menepuk-nepuk bahu Izumi. Mungkin dia bermaksud ingin menghibur Izumi dan menyuruhnya untuk tidak usah terlalu memikirkannya. “Jadi, kalian berdua masih belum bergabung dengan klub apa pun?”
“Sepertinya begitu Ayumi-san” Izumi menjawabnya.
“Kalau begitu, ini tidak bisa di biarkan.” Ucap Ayumi dengan tegas.
“Hah? Apa maksudmu?” Tanyaku.
“Masa-masa SMA tanpa mengikuti klub adalah suatu kesalahan. Bagaimana bisa kalian berpikir seperti itu?”
“Menurutku tidak ada yang salah dengan itu,” jawab Izumi dan melihat ke arahku.
Aku pun membalas kata-kata Izumi, “Menurutku juga begitu. Yang salah hanya isi kepalamu Izumi.”
“Sepertinya kau tadi sedang tertidur, Kato?”
“Entah kenapa, mengejekmu membuatku tidak mengantuk lagi.”
Ayumi sepertinya tidak tertarik untuk mengejek Izumi. Dia hanya melihat kami dan sesekali tersenyum. Mungkin dia juga kesal karena kami mengabaikan pertanyaannya. Tidak lama kemudian dia mulai berbicara lagi.
“Kazuki-kun. Memang apa alasan kau tidak ingin bergabung dengan klub?”
 “Ahh... itu merepotkan. Memikirkannya saja sudah melelahkan.” Jawabku.
“Kazuki-kun! Bukannya saat di SMP kau mengikuti Klub Sepak Bola? Lalu kenapa sekarang kau tidak mengikutinya juga?”
 “Kenapa kau mengetahuinya? Apa kau sudah memata-mataiku sejak lama? Dan juga aku sudah sadar ternyata sepak bola itu sangat melelahkan.”
“Aku kan memperhatikanmu saat SMP, dan temanku juga berada di Klub Sepak Bola saat itu dan aku sering melihat kau sedang latihan.”
“Bukankah itu namanya menguntit?”
“Tidak! Aku hanya tidak sengaja melihatmu sedang latihan bersama Klub Sepak Bola.”
Aku tidak bisa memberitahukannya kalau waktu itu aku keluar dari Klub Sepak Bola karena berkelahi dengan salah satu senior di klub itu. Aku tidak suka dengan cara bermainnya yang kasar terlebih kepada junior di klub itu. Aku berkelahi dengannya setelah ada satu temanku yang kakinya patah karena dia melakukan pelanggaran yang sangat buruk dan dia hanya tertawa dan malah berkata kalau temanku itu tidak usah bermain sepak bola. Sekarang kudengar dia berhenti menjadi pemain bola karena semua orang di timnya tidak ada yang suka gaya bermainnya. Itu juga salah satu alasanku kenapa aku tidak berminat bergabung dengan klub apapun, karena aku tidak mau mengalami kejadian merepotkan seperti itu lagi.
 “Anu... bisakah kalian mengajakku juga saat berdebat? Aku tidak kebagian berbicara sejak tadi.” Ujar Izumi sambil mengangat tangannya.
“Oh Izumi kau masih di sini?” Jawabku dengan suara datar.
“Apa aku menjadi hantu hanya dalam beberapa menit saja sampai kau tidak menyadari keberadaanku?”
“Kau bukan hantu... kau alien.”
“ITU MASIH BUKAN MANUSIA,” teriak Izumi, lalu bicara lagi dengan suara kesal, “Sebenarnya kalian ingin aku pergi dari sini, kan?”
“Tidak, tidak juga. Tenang saja aku tidak sekejam itu.” Jawabku.
“Hei... memanggil orang lain hantu dan alien itu kau sebut apa?”
Aku mengabaikan pertanyaannya, “Izumi bisa tolong belikan aku Coffe Latte dari Vending Machine di gedung sebelah?”
“Lihat! Kau memang berniat begitu kan? Setelah memanggilku hantu dan alien sekarang kau menyuruhku untuk membelikanmu Coffe Latte.”
“Tidak... Lihatlah aku meminta bantuanmu. Berarti kau masih manusia, kan?” Aku meyakinkannya dengan nada memohon.
“Hmm... Baiklah,” lalu aku memberikan uang padanya.
Izumi lalu menerimanya dan pergi untuk membeli minuman untukku. Dia tidak tahu kalau aku sudah memeriksa semua Vending Machine di sekolah ini sebelumnya dan aku tidak mendapatkan Coffe Latte dan hanya membeli teh.
“Kato. Maaf tidak ada Coffe Latte disana,” ucap Izumi sesaat setelah dia kembali.
“Begitukah? Sebelum aku datang ke kelas aku juga berniat membelinya dan ternyata tidak ada. Kupikir jika kau yang membelinya akan langsung ada,” Jawabku tanpa rasa bersalah.
Mendengar itu Izumi hanya bisa melemah dan tersungkur di lantai tapi aku bisa mendengarnya mengatakan sesuatu.
“Dasar Iblis.
“Hei. Kau baru saja protes karena orang lain memanggilmu hantu dan kau sudah memanggil orang lain dengan sebutan iblis. Dasar hantu pendendam.”
“Kato. Ini tidak akan ada habisnya,” balas Izumi dengan ketus.
“Aku mengerti, maaf. Aku hanya becanda sedikit.”
“Sedikit katamu?”
“Ini sebagai permintaan maafku,” ucapku sambil memberikannya jus kotak yang kubeli saat jam istirahat tadi.
Aku dan Izumi sudah lumayan lama berteman. Jadi, dia sudah cukup mengetahui tentangku. Begitupula denganku, Izumi dan aku sudah sangat akrab akhir-akhir ini. Selagi kami bercanda pun Ayumi hanya mendengarkan dan tidak ikut dalam candaan kami. Walaupun dia ikut ke dalam candaan kami, aku mungkin tidak akan bisa becanda dengannya karena pasti rasa gugup langsung menyelimuti pikiranku. Tapi aku tidak tahu jika si bodoh ini. Mungkin saja dia masih bisa mengatakan hal bodoh walaupun di depan Tuhan.
“Jadi, bagaimana kalau kita sedikit melihat-lihat klub untuk mengisi waktu kosong ini?” tanya Ayumi.
“Kalau begitu bagaimana kalau kita ke ruang guru saja? Disana kita bisa melihat daftar klub di SMA Sumire ini.” Ujar Izumi dengan tersenyum.
“Seperti yang di harapkan dari OSIS yang cekatan,” ucapku dengan wajah terkesan.
Perjalanan ke ruang guru memang butuh waktu sedikit karena jaraknya dengan kelasku lumayan jauh. Sebenarnya aku sangat tidak ingin untuk mengikuti mereka, tapi kalau aku menolak aku akan melihat sesuatu yang tidak ingin kulihat. Dan sesampainya disana kami pun langsung meminta izin pada Guru yang ada di sana untuk mencari klub yang cocok untuk kami di daftar klub.
Sudah beberapa menit Ayumi dan Izumi melihat isi daftar klub itu dan belum juga menentukan klub mana yang ingin mereka ikuti. Sepertinya Ayumi sudah memulai kelelahan saat mencari klub mana yang tepat untuk kami ikuti, mungkin ini kesempatan yang bagus untuk membuatnya menyerah dengan hal ini.
“Benar, kan? Kalau begitu ayo kita sudahi ini dan kembali ke kelas,” ucapku dan segera berjalan menuju pintu keluar.
“Mau kemana kau?” tanya Ayumi sambil menarik tanganku.
“Kembali ke kelas, suasana di sini membuatku mengantuk,” jawabku dengan pura-pura menguap.
Aku tidak akan pernah bisa mengikuti klub apa pun. Aku tidak punya semangat sebesar yang murid lain punya. Belum lagi, aku mudah lelah dan sering mengantuk. Aku juga tidak mungkin bisa bekerja sama dengan anggota klub nantinya. Aku lebih memilih untuk tidak mengikuti klub daripada aku nantinya mendapat masalah yang merepotkan karena tidak berguna di klub.
Sesaat kemudian pintu ruang Guru terbuka. Disana sudah berdiri murid perempuan, “Permisi” ujarnya dan melangkah masuk ke dalam.
Gadis itu terlihat sangat cantik. Rambutnya yang panjang dan berwarna hitam itu terlihat sangat indah. Dia pasti murid tercantik di sekolah ini. Aku juga bisa menebak banyaknya pria yang suka padanya di sekolah ini. Mungkin di lokernya sudah tak terhitung berapa banyak surat cinta yang diletakkan disitu.
“Siapa dia?” Tanyaku pada Ayumi.
“Kau becanda? Dia Yuki Sakura. Dia ada dikelas yang sama dengan kita,” jawabnya dengan berbisik.
Aku hanya mengangguk tanda mengerti dan melihat gadis itu berjalan ke arah Mia-sensei yang sedang memeriksa beberapa lembaran kertas di mejanya. Dia terlihat berbicara dengan wajah serius dengan Mia-sensei. Gadis itu juga seperti sedang memohon akan sesuatu padanya.
Tiba-tiba Mia-sensei melambaikan tangannya pada kami dan memanggil kami, “Kazuki dan kalian juga. Bisa kesini sebentar?”
Kemudian kami pun mendatangi Mia-sensei yang sedang bersama dengan gadis itu.
“Kudengar kalian sedang mencari klub bukan?” Ucap Mia-sensei lalu meletakkan kertas yang tadi di pegangnya ke atas meja.
Ayumi menjawab dengan mengangguk. Dia bicara dengan suara pelan, “Kami sedang melihat daftar klub dan masih belum menemukan klub apa yang ingin kami ikuti. Memang ada apa sensei?”
Mia-sensei terdiam sebentar dan wajahnya menandakan dia sedang memikirkan sesuatu. Lalu dia membuka laci di mejanya dan mengambil sebuah kertas dari dalam laci itu dan menyerahkannya pada Yuki dan berbicara lagi pada kami.
“Yuki-san ingin membuat sebuah klub. Dia memintaku untuk menjadi pembimbing klubnya. Tapi, sekolah memiliki aturan bahwa siapa pun yang ingin membuat klub harus memiliki minimal empat orang anggota pertama. Berhubung kalian sedang mencari klub dan berada di kelas yang sama. Jadi aku menanyakannya pada kalian apakah kalian mau bergabung dengan klub yang mau dibuat Yuki-san. Dengan begitu, kalian sudah mempunyai empat orang dan memenuhi persyaratan untuk membuat sebuah klub.”
“Kalau boleh tau kau ingin membuat klub apa Yuki-san?” Tanya Izumi.
“A... Aku ingin membuat Klub Relawan?” Jawabnya dengan wajah gugup.
Aku sedikit terkejut dengan apa yang Yuki katakan, Izumi dan Ayumi juga terlihat sangat bingung. Kami semua melihat satu sama lain dengan wajah kebingungan. Aku tidak mengerti apa maksudnya Klub Relawan. Terlebih lagi aku juga tidak tahu apa tugas dari klub itu nantinya. Bagaimana bisa bergabung dengan klub yang sama sekali kau tidak mengerti?
Aku memberanikan diri untuk bicara padanya. “Apa yang kau maksud relawan seperti di lembaga-lembaga sosial yang memberikan bantuan tanpa bayaran?”
Dia melihatku dan menatapku dengan wajah serius, “Benar. Aku ingin membuat klub dimana kita akan membantu murid lain untuk menyelesaikan masalahnya. Tentu saja sebelum kita membantunya kita akan mempertimbangkannya dulu agar tidak menjadi masalah yang lebih besar lagi.”
“Sepertinya itu menarik. Benar, kan, Izumi?” Seru Ayumi dan melihat ke arah Izumi.
Sepertinya Ayumi dan Izumi sudah memutuskan untuk bergabung dengan Klub Relawan dengan hanya melihat reaksi mereka. Hanya dengan memikirkannya aku sudah tahu bahwa itu akan menjadi sesuatu yang merepotkan. Banyak sekali murid di sekolah ini dan tentu saja mereka semua memiliki masalah mereka sendiri-sendiri. Belum lagi ada kemungkinan ada sebagian murid yang mengejek Klub Relawan nantinya karena tidak semua orang mempunyai pandangan yang baik tentang orang yang membantu orang lain tanpa dibayar.
Hanya aku saja yang belum menentukan pilihan. Aku ingin sekali menolaknya. Tapi, bila aku menolaknya waktuku bersama dengan Ayumi dan Izumi akan menjadi sangat sedikit dan kami akan jarang sekali bertemu. Seberapa kuatnya aku ingin menolaknya, rasa akan kesepian mengalahkanku.
“Aku tahu Ayumi dan Izumi sudah setuju bergabung. Aku juga akan bergabung bila kau menjelaskan lebih rinci lagi tujuan kau membuat klub itu,” tanyaku.
Yuki terdiam sebentar dan berkata lagi dengan suara lembut, “Sederhana sekali. Aku hanya ingin membantu orang lain menyelesaikan masalah yang tidak bisa mereka selesaikan sendiri agar mereka tidak menyesalinya suatu saat nanti.”
Aku hanya tersenyum dan melihat ke arah Izumi dan Ayumi yang juga tersenyum. Aku tidak menyangka bahwa masih ada orang yang mau melakukan hal merepotkan seperti itu. Dan semua itu adalah hal yang selama ini aku ingin lakukan tapi aku tidak bisa melakukannya dan aku berakhir dengan penyesalan selama ini.
“Kau yakin kau bisa memegang semua perkataanmu?” Tanyaku.
“Tentu saja,” Jawabnya dengan wajah penuh keyakinan.
“Baiklah. Aku akan bergabung.”
“Tidak kusangka aku bisa mendengar kata itu dari Kato,“ ucap Izumi dengan nada meledekku lalu merangkul pundakku.
“Diamlah hantu.”
Aku sama sekali tidak melihat sedikitpun keraguan pada mata Yuki ketika memberitahu alasan membuat klub ini. Aku juga tidak tahu apa ada maksud tersembunyi atau tidak pada ucapannya itu. Aku hanya memikirkan bahwa aku ingin membantu orang lain agar tidak menjadi sepertiku, karena aku tahu rasanya hidup dalam penyesalan itu tidak ada bedanya dengan mati.
“Terima Kasih Kazuki-kun. Terima kasih semuanya,” ucap Yuki sambil membungkukkan badannya.
“Baiklah. Cepat tulis namamu pada formulir itu. Aku yang akan menjadi pembimbing klub kalian,” ujar Mia-sensei.
“Sepertinya kita akan lebih sering bersama.” Ucap Izumi dengan suara keras dan wajah yang bersemangat.

 “Baru kali ini kau benar,” balasku dan di iringi tawa kami semua.

- Copyright © Yorozuya Blog (万事屋ブログ) - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -