- Home >
- Light Novel >
- Original Light Novel 'This Is Unfair' Chapter 2 by Fatra Shiroyasha
Posted by : Unknown
Rabu, 23 November 2016
Kemarin, aku menceritakan masa laluku
kepada Ayumi dan meluapkan semua rasa sakit di hatiku kepadanya. Dan karena dia
juga aku jadi bisa sedikit melupakan kenangan-kenangan kelamku di Tokyo dengan kehangatan yang di
berikannya. Aku terkejut karena dirinya tiba-tiba datang kesini dan ingin
membuatku kembali menjadi seperti saat aku berada di masa-masa SMP-ku dulu
lagi. Tapi, aku tidak mengerti dengan apa yang ada di pikirannya. Padahal saat
di SMP aku tidak begitu mengenalnya atau bisa di bilang memang tidak
mengenalnya. Namun, berkat dialah aku jadi bisa sedikit merasakan hangatnya
kebahagiaan yang sudah lama tidak dapat kurasakan lagi semenjak insiden itu.
Baru beberapa jam rasanya aku tidur,
tapi ternyata sudah pagi lagi. Kehidupan malamku berlalu sangat cepat. Dan pagi
ini juga aku disambut dengan sinar mentari pagi dan kicauan para burung.
“Haaahh, Semoga hari ini menjadi hari
yang tidak merepotkan dan tenang bagiku” Ucapku seraya berdoa
Tiba-tiba Kakakku masuk ke dalam
kamarku dengan wajah bodoh. “Seperti biasa, doamu itu hanya tidak ingin
terlibat dengan semuanya.”
Aku bangun dari tempat tidurku,
berjalan melewatinya, dan berhenti sebentar untuk mengucapkan sesuatu dalam
hatiku. Tepat sekali. Aku juga tidak
ingin terlibat denganmu. Aku menoleh ke Kakakku sebentar sebelum aku
melangkah lagi.
“Itu tidak bisa, karena mau
bagaimanapun kita sudah terikat dengan hubungan Sedarah ini.”
DASAR
PENYIHIR!!!!! DIA BISA MEMBACA PIKIRANKU!!!! Hubungan sedarah.......
Menakutkan!
Ah, biarlah, mungkin saja itu hanya
kebetulan ucapannya seperti itu. Aku berjalan lagi menuju kamar mandi. Di dalam
kamar mandi aku masih mengingat kejadian kemarin. Saat Ayumi mulai memelukku
dan membiarkan aku tidur dipangkuannya. Sekarang aku baru sadar kalau itu
sangat memalukan. Aku tidak percaya kalau aku bisa melakukan itu semua.
Setelah selesai mandi aku hanya
sarapan dengan roti dan telur. Sedangkan Kakakku hanya minum kopi. Mungkin
karena itu dia menjadi bodoh, karena asupan nutrisinya di pagi hari hanya di
dapatkan dari biji-biji kopi itu. Aku tidak tahu itu anugerah atau apa pun itu.
Tapi dia tetap kakakku. Saat aku sedang melihatnya dengan wajah penuh rasa
kasihan di wajahku, dia tiba-tiba mengatakan sesuatu.
“Kato, kau sudah tau kalau ada
tetangga baru di sebelah rumah kita, kan?” Kata kakakku sambil meneguk kopinya.
“Iya, kenapa?” Aku membalasnya dengan
rasa malas yang mulai menjalar di tubuhku. Aku takut dia mengatakan hal-hal
aneh atau berbuat bodoh di depan Ayumi dan keluarganya.
“Kemarin malam aku berkunjung ke rumah
mereka, dan mereka ternyata sangat ramah dan baik. Dan juga, dia mempunyai anak
perempuan yang cantik dan imut loh”
Kakakku
sudah bertemu dengan Ayumi? Ayumi yang malang.
Semoga dia tidak mendengarkan apa pun yang di katakan si bodoh ini, kalau dia
mengatakan yang aneh-aneh soal diriku ke Ayumi dan keluarganya. Aku pastikan
hubungan sedarah yang tadi dia
katakan padaku akan aku lupakan.
“Jadi aku menyarankan kepada mereka agar kau
berpacaran dengan anak mereka, dan mereka setuju.”
Aku hampir tersedak minumanku saat
mendengarkannya. Apa yang makhluk itu
lakukan? Kenapa dia seenaknya? Apa yang dia pikirkan? Melihatnya tersenyum
puas sambil mengatakan itu, membuatku lupa kalau dia kakakku. Baru saja aku
memikirkan akan melupakan tentang hubungan sedarah
yang dia katakan kalau dia bicara sesuatu yang aneh kepada Ayumi dan
keluarganya, tapi dia malah mengatakan hal yang lebih parah daripada di sebut aneh.
Apa yang Ayumi pikirkan saat mendengar ocehan si bodoh ini? Kuakui.. aku
sedikit..... penasaran.
Aku lalu berjalan ke arah dapur dan
mengambil sebilah pisau, dengan tersenyum aku mengacungkan pisau dapur itu
tepat di depan wajahku “Kak... kau mau hidupmu berakhir sampai disini!?”
Dia mengeluarkan ekspresi yang sangat
serius seperti dia sedang bertarung di kompetisi bela diri. Dengan cepat dia
memegang tanganku yang sedang memegang pisau dan dengan satu gerakan, posisinya
sudah terbalik. Aku yang sekarang di acungkan pisau di depan mataku.
“Ayolah, bukankah ini kesempatan bagus untuk
memulai kehidupan yang baru?” ucapnya
sambil mengayunkan pisau itu di depan mataku.
“Kesempatan bagus apanya? Kau hanya
memperburuk keadaan!” Jawabku dengan nada ketus.
“Dan juga sepertinya nanti Ayumi-chan
akan kesini untuk berangkat bersamamu. Jadi, lebih baik kau segera bersiap.”
“Kenapa kau yang memerintahku?”
“Sudah cepat!”
Kenapa semakin hari malah semakin
memburuk keadaannya. Sepertinya doaku pagi hari ini juga tidak di terima oleh
Tuhan. Apakah ini semua takdir atau hukuman untukku karena menjadi orang yang
tidak perduli dengan sekitarnya? Aku seperti ini bukan karena aku benci
Kakakku, tapi aku hanya benci jika aku selalu di ganggunya. Sepertinya di dunia
ini tidak ada orang lain yang bisa dia ganggu.
Dengan segera, akupun langsung bersiap
untuk berangkat ke sekolah. Walaupun, bisa di bilang ini masih terlalu awal
untukku yang biasanya datang paling lambat ke sekolah. Dan tidak lama bel rumah
kami berbunyi.
“Iya sebentar” Jawab kakakku.
Hanya suara kakakku yang bisa kudengar
dari kamarku saat ini. Dan beberapa menit kemudian dia mulai memanggilku ke
bawah. Aku pun langsung turun dan melihat sosok Ayumi yang sudah menungguku
untuk berangkat ke sekolah bersama.
“Selamat pagi, Kazuki-kun” Sapa Ayumi
dengan senyumannya yang khas itu.
“Kau cukup bersemangat ya pagi hari
ini.”
“Apa iya?”
“Apa... aneh sekali? Tidak ada hal
lain yang kalian lakukan saat bertemu? Bagaimana dengan kecupan selamat
paginya?” Ucap seseorang yang tidak lain adalah kakakku.
Aku terkejut ketika mengetahui Kakakku
sudah ada di belakangku, dengan wajah bodohnya dan tangan bersandar pada bahuku
yang sedang memakai sepatu dia mengatakan sesuatu yang bodoh seperti itu tanpa
memikirkannya terlebih dahulu.
Nampaknya Ayumi juga sangat terkejut
mendengarnya. Aku bisa melihat wajahnya tiba-tiba merah merona. Dia sampai
tidak bisa berkata apa-apa saat mendengarnya.
“Jangan di dengarkan Ayumi, dia memang
sudah rusak dari lahir.”
“Kejamnya, kalau begitu kenapa hanya
aku yang rusak?” Balas Kakakku dengan memukul memukul kepalaku.
“Entahlah, tanyakan saja pada I...
Lupakan saja.”
“Apa kau masih saja memikirkannya,
Kato?” Ucap kakakku
“Berisik, Aku berangkat dulu”
Aku langsung berdiri dan berjalan
keluar melewati Ayumi. Aku juga melihat ke belakang dan melihat Ayumi sempat
membungkuk dan memberi salam pada Kakakku lalu segera menyusul langkahku. Aku
tidak bisa membiarkan dia terus bersama Kakakku. Apapun akan kulakukan agar
bisa membuat mereka berdua tidak bertemu.
Jujur saja aku sangat gugup pergi ke
sekolah bersama teman apalagi dia seorang wanita. Tapi sepertinya Ayumi
benar-benar orang yang sangat tenang, di wajahnya sama sekali tidak ada
ekspresi gugup. Sedangkan aku terus memikirkan kalau aku sedang bersama dengan
gadis yang kemarin memelukku dan membiarkanku tidur di pangkuannya untuk
pertama kalinya. Bahkan, Kakakku saja tidak pernah melakukan itu padaku, pada
saat orang tua kami terbunuh, Kakak sedang kuliah dan tidak mengetahui kejadian
itu. Setelah itu dia hanya mengenggam tanganku dan berjanji kalau dia akan
menjagaku sampai kapanpun. Saat itu aku bisa melihat walaupun Kakak tidak
menangis tapi hatinya sangat hancur. Dan dia bisa menunjukkannya, kalau selama
ini dia bisa melindungiku dan mengurus semuanya sendirian.
“Kazuki-kun kenapa kau sangat
terburu-buru?” Tanya Ayumi sambil melihat ke arahku.
Aku tidak sadar dia sudah berjalan
disampingku. “Tidak apa-apa, aku hanya ingin segera ke sekolah.” Balasku sinis
karena sudah tidak ingin membahas hal itu.
Selama aku berjalan menuju sekolah,
Ayumi selalu tersenyum. Dia seperti mengalahkan semua keindahan di pagi hari
ini. Bahkan sinar matahari pagi ini tidak mampu mengalahkan senyuman yang
terlukis di bibirnya. Aku sesekali melihatnya dan entah kenapa di dalam diriku
aku merasa tenang, merasa nyaman, dan merasa hangat di dalam hatiku.
Sesaat aku sampai di sekolah, ternyata
turun hujan. Untung saja aku dan Ayumi sudah tiba terlebih dahulu sebelum kami
kehujanan. Seharusnya pelajaran hari ini ada pelajaran olahraga yang sangat
tidak ingin kuikuti karena sangat melelahkan. Dan bagusnya sekarang sedang
hujan. Jadi kelas olahraga di liburkan untuk hari ini karena kami tidak bisa
turun ke lapangan.
Kemudian Izumi mulai bicara dengan
wajah tidak bersemangat, “Ahh, di saat seperti ini cuaca menjadi tidak
mendukung.”
“Apa maksudnya dengan di saat seperti
ini?”
“Bukan apa-apa. Aku hanya malas
belajar di kelas. Aku lebih suka olahraga karena tidak menggunakan otak.”
“Begitukah? Kalau begitu, berarti
hanya aku yang benar-benar mensyukuri hujan yang diberikan oleh Tuhan di sini.”
“Jarang sekali kau mensyukuri sesuatu.
Apa yang kau syukuri dari hujan ini?” Ucap Izumi
“Suasana yang nyaman untuk tidur pastinya,”
jawabku dan lalu menaruh kepalaku diatas meja.
Cuma saat hujan waktu yang tepat untuk
tidur. Mungkin tidur kedengaran seperti sesuatu yang sepele. Tapi bagiku tidur
itu sebuah obat penenang yang sangat bagus apalagi saat aku sedang memikirkan
masa laluku. Hanya dengan tidur aku bisa sedikit mengurangi rasa sakit akibat
kehilangan orang tuaku. Dan tentunya obat yang paling bisa menenangkan hatiku
adalah ketika aku tahu Kakakku yang satu-satunya anggota keluargaku baik-baik
saja.
Suara kelas yang berisik membuatku
tidak bisa tidur dengan tenang. Aku pun hanya memejamkan mata untuk bersantai.
Aku bisa mendengar suara berbagai macam suara di kelas ini. Di salah satu semua
suara di kelas ini, aku mendengar suara Ayumi. Aku membuka sedikit mataku dan
melihat bahwa dia sedang berbicara dengan Izumi. Aku tidak tahu apa yang mereka
bicarakan, aku sedikit penasaran, tapi aku tidak mau mereka pikir bahwa aku
orang yang suka ikut campur pembicaraan orang lain.
“Terlebih lagi, aku penasaran apa yang
kalian lakukan di taman waktu itu? Kau menyatakan cinta pada Kato?” Tanya Izumi
pada Ayumi.
Gawat,
si bodoh itu menanyakan sesuatu yang tidak berguna. Semoga Ayumi tidak menjawab
dengan jawaban yang sama tidak bergunanya dengan pertanyaan itu.
“Tidak. Kami hanya membicarakan
sesuatu sebagai sesama murid pindahan,” jawab Ayumi sambil tersenyum.
“Benarkah?”
“Iya.”
Bisa gawat kalau sampai Izumi tahu apa
yang terjadi di taman hari itu. Cukup Ayumi saja yang tahu semua tentangku. Semoga
Ayumi juga berpikir seperti itu.
Kemudian aku terbangun dan melihat
mereka berdua. Mungkin mereka pikir aku baru saja terbangun dari tidur sebentar
itu. Sebenarnya aku sama sekali tidak tidur dan bisa mendengar semua yang
mereka katakan. Kau tidak akan pernah bisa tidur jika Izumi berada disampingmu.
“Apa kalian sudah masuk ke sebuah
klub?” tanya Ayumi.
“Belum. Lagi pula aku ini anggota
OSIS. Tapi, setahuku si bodoh yang bisanya hanya tidur ini juga hanya ikut Klub
Pulang Ke Rumah.”
“Izumi-kun,
kau OSIS? Heh... aku tidak memperhatikannya,” ucap Ayumi
Aku pun juga belum tahu kalau si bodoh
ini anggota OSIS. Aku pikir orang seperti dia tidak akan pernah diterima jadi
anggota OSIS. Orang seperti dia hanya pantas masuk klub merangkai bunga.
Mungkin sebaiknya aku tidak mengatakannya kalau aku tidak tahu dia sebenarnya
anggota OSIS.
Setelah mendengar itu Izumi langsung seperti
menjadi orang lain, orang yang tidak ada semangat dalam dirinya, “Sepertinya
aku kekurangan perhatian.”
“Tenang saja, bukan hanya Ayumi saja
yang tidak tahu, tapi seisi kelas ini juga begitu. Benar kan, semua? Kalian
semua tidak tahu kalau Haru Izumi anggota OSIS, kan?” Tanyaku pada semua orang
di kelas.
Mereka lalu saling melihat satu sama
lain dan tidak ada yang menjawab sama sekali. Aku bisa melihat wajah kaget
mereka semua. Jelas saja, aku yang selalu bersamanya saja tidak tahu. Apalagi
mereka? Dan sesaat kemudian ada seorang gadis yang mengangkat tangannya.
“Anu... Aku kira itu hanya mitos,”
ucapnya dengan nada ketakutan.
“ITU BAHKAN LEBIH BURUK LAGI!!!”
teriak Izumi, “Lagipula, aku lebih memilih tidak ada yang tahu dibanding mereka
tahu dan menganggap itu hanya mitos,” lanjutnya.
Ayumi lalu menepuk-nepuk bahu Izumi.
Mungkin dia bermaksud ingin menghibur Izumi dan menyuruhnya untuk tidak usah terlalu
memikirkannya. “Jadi, kalian berdua masih belum bergabung dengan klub apa pun?”
“Sepertinya begitu Ayumi-san” Izumi menjawabnya.
“Kalau begitu, ini tidak bisa di
biarkan.” Ucap Ayumi dengan tegas.
“Hah? Apa maksudmu?” Tanyaku.
“Masa-masa SMA tanpa mengikuti klub
adalah suatu kesalahan. Bagaimana bisa kalian berpikir seperti itu?”
“Menurutku tidak ada yang salah dengan
itu,” jawab Izumi dan melihat ke arahku.
Aku pun membalas kata-kata Izumi,
“Menurutku juga begitu. Yang salah hanya isi kepalamu Izumi.”
“Sepertinya kau tadi sedang tertidur,
Kato?”
“Entah kenapa, mengejekmu membuatku
tidak mengantuk lagi.”
Ayumi sepertinya tidak tertarik untuk
mengejek Izumi. Dia hanya melihat kami dan sesekali tersenyum. Mungkin dia juga
kesal karena kami mengabaikan pertanyaannya. Tidak lama kemudian dia mulai
berbicara lagi.
“Kazuki-kun. Memang apa alasan kau
tidak ingin bergabung dengan klub?”
“Ahh... itu merepotkan. Memikirkannya saja
sudah melelahkan.” Jawabku.
“Kazuki-kun! Bukannya saat di SMP kau
mengikuti Klub Sepak Bola? Lalu kenapa sekarang kau tidak mengikutinya juga?”
“Kenapa kau mengetahuinya? Apa kau sudah
memata-mataiku sejak lama? Dan juga aku sudah sadar ternyata sepak bola itu
sangat melelahkan.”
“Aku kan memperhatikanmu saat SMP, dan
temanku juga berada di Klub Sepak Bola saat itu dan aku sering melihat kau
sedang latihan.”
“Bukankah itu namanya menguntit?”
“Tidak! Aku hanya tidak sengaja
melihatmu sedang latihan bersama Klub Sepak Bola.”
Aku tidak bisa memberitahukannya kalau
waktu itu aku keluar dari Klub Sepak Bola karena berkelahi dengan salah satu
senior di klub itu. Aku tidak suka dengan cara bermainnya yang kasar terlebih
kepada junior di klub itu. Aku berkelahi dengannya setelah ada satu temanku
yang kakinya patah karena dia melakukan pelanggaran yang sangat buruk dan dia
hanya tertawa dan malah berkata kalau temanku itu tidak usah bermain sepak
bola. Sekarang kudengar dia berhenti menjadi pemain bola karena semua orang di
timnya tidak ada yang suka gaya bermainnya. Itu juga salah satu alasanku kenapa
aku tidak berminat bergabung dengan klub apapun, karena aku tidak mau mengalami
kejadian merepotkan seperti itu lagi.
“Anu... bisakah kalian mengajakku juga saat
berdebat? Aku tidak kebagian berbicara sejak tadi.” Ujar Izumi sambil mengangat
tangannya.
“Oh Izumi kau masih di sini?” Jawabku
dengan suara datar.
“Apa aku menjadi hantu hanya dalam
beberapa menit saja sampai kau tidak menyadari keberadaanku?”
“Kau bukan hantu... kau alien.”
“ITU MASIH BUKAN MANUSIA,” teriak
Izumi, lalu bicara lagi dengan suara kesal, “Sebenarnya kalian ingin aku pergi
dari sini, kan?”
“Tidak, tidak juga. Tenang saja aku
tidak sekejam itu.” Jawabku.
“Hei... memanggil orang lain hantu dan
alien itu kau sebut apa?”
Aku mengabaikan pertanyaannya, “Izumi
bisa tolong belikan aku Coffe Latte dari
Vending Machine di gedung sebelah?”
“Lihat! Kau memang berniat begitu kan?
Setelah memanggilku hantu dan alien sekarang kau menyuruhku untuk membelikanmu Coffe Latte.”
“Tidak... Lihatlah aku meminta
bantuanmu. Berarti kau masih manusia, kan?” Aku meyakinkannya dengan nada
memohon.
“Hmm... Baiklah,” lalu aku memberikan
uang padanya.
Izumi lalu menerimanya dan pergi untuk
membeli minuman untukku. Dia tidak tahu kalau aku sudah memeriksa semua Vending Machine di sekolah ini
sebelumnya dan aku tidak mendapatkan Coffe
Latte dan hanya membeli teh.
“Kato. Maaf tidak ada Coffe Latte disana,” ucap Izumi sesaat
setelah dia kembali.
“Begitukah? Sebelum aku datang ke
kelas aku juga berniat membelinya dan ternyata tidak ada. Kupikir jika kau yang
membelinya akan langsung ada,” Jawabku tanpa rasa bersalah.
Mendengar itu Izumi hanya bisa melemah
dan tersungkur di lantai tapi aku bisa mendengarnya mengatakan sesuatu.
“Dasar Iblis.”
“Hei. Kau baru saja protes karena
orang lain memanggilmu hantu dan kau sudah memanggil orang lain dengan sebutan
iblis. Dasar hantu pendendam.”
“Kato. Ini tidak akan ada habisnya,”
balas Izumi dengan ketus.
“Aku mengerti, maaf. Aku hanya becanda
sedikit.”
“Sedikit katamu?”
“Ini sebagai permintaan maafku,” ucapku
sambil memberikannya jus kotak yang kubeli saat jam istirahat tadi.
Aku dan Izumi sudah lumayan lama
berteman. Jadi, dia sudah cukup mengetahui tentangku. Begitupula denganku,
Izumi dan aku sudah sangat akrab akhir-akhir ini. Selagi kami bercanda pun
Ayumi hanya mendengarkan dan tidak ikut dalam candaan kami. Walaupun dia ikut
ke dalam candaan kami, aku mungkin tidak akan bisa becanda dengannya karena
pasti rasa gugup langsung menyelimuti pikiranku. Tapi aku tidak tahu jika si
bodoh ini. Mungkin saja dia masih bisa mengatakan hal bodoh walaupun di depan
Tuhan.
“Jadi, bagaimana kalau kita sedikit
melihat-lihat klub untuk mengisi waktu kosong ini?” tanya Ayumi.
“Kalau begitu bagaimana kalau kita ke
ruang guru saja? Disana kita bisa melihat daftar klub di SMA Sumire ini.” Ujar
Izumi dengan tersenyum.
“Seperti yang di harapkan dari OSIS
yang cekatan,” ucapku dengan wajah terkesan.
Perjalanan ke ruang guru memang butuh
waktu sedikit karena jaraknya dengan kelasku lumayan jauh. Sebenarnya aku
sangat tidak ingin untuk mengikuti mereka, tapi kalau aku menolak aku akan
melihat sesuatu yang tidak ingin kulihat. Dan sesampainya disana kami pun
langsung meminta izin pada Guru yang ada di sana untuk mencari klub yang cocok
untuk kami di daftar klub.
Sudah beberapa menit Ayumi dan Izumi
melihat isi daftar klub itu dan belum juga menentukan klub mana yang ingin
mereka ikuti. Sepertinya Ayumi sudah memulai kelelahan saat mencari klub mana
yang tepat untuk kami ikuti, mungkin ini kesempatan yang bagus untuk membuatnya
menyerah dengan hal ini.
“Benar, kan? Kalau begitu ayo kita sudahi
ini dan kembali ke kelas,” ucapku dan segera berjalan menuju pintu keluar.
“Mau kemana kau?” tanya Ayumi sambil
menarik tanganku.
“Kembali ke kelas, suasana di sini
membuatku mengantuk,” jawabku dengan pura-pura menguap.
Aku tidak akan pernah bisa mengikuti
klub apa pun. Aku tidak punya semangat sebesar yang murid lain punya. Belum
lagi, aku mudah lelah dan sering mengantuk. Aku juga tidak mungkin bisa bekerja
sama dengan anggota klub nantinya. Aku lebih memilih untuk tidak mengikuti klub
daripada aku nantinya mendapat masalah yang merepotkan karena tidak berguna di
klub.
Sesaat kemudian pintu ruang Guru
terbuka. Disana sudah berdiri murid perempuan, “Permisi” ujarnya dan melangkah
masuk ke dalam.
Gadis itu terlihat sangat cantik.
Rambutnya yang panjang dan berwarna hitam itu terlihat sangat indah. Dia pasti murid tercantik di sekolah ini.
Aku juga bisa menebak banyaknya pria yang suka padanya di sekolah ini. Mungkin
di lokernya sudah tak terhitung berapa banyak surat cinta yang diletakkan
disitu.
“Siapa dia?” Tanyaku pada Ayumi.
“Kau becanda? Dia Yuki Sakura. Dia ada
dikelas yang sama dengan kita,” jawabnya dengan berbisik.
Aku hanya mengangguk tanda mengerti
dan melihat gadis itu berjalan ke arah Mia-sensei
yang sedang memeriksa beberapa lembaran kertas di mejanya. Dia terlihat
berbicara dengan wajah serius dengan Mia-sensei.
Gadis itu juga seperti sedang memohon akan sesuatu padanya.
Tiba-tiba Mia-sensei melambaikan tangannya pada kami dan memanggil kami, “Kazuki
dan kalian juga. Bisa kesini sebentar?”
Kemudian kami pun mendatangi Mia-sensei yang sedang bersama dengan gadis
itu.
“Kudengar kalian sedang mencari klub
bukan?” Ucap Mia-sensei lalu
meletakkan kertas yang tadi di pegangnya ke atas meja.
Ayumi menjawab dengan mengangguk. Dia
bicara dengan suara pelan, “Kami sedang melihat daftar klub dan masih belum
menemukan klub apa yang ingin kami ikuti. Memang ada apa sensei?”
Mia-sensei terdiam sebentar dan wajahnya menandakan dia sedang
memikirkan sesuatu. Lalu dia membuka laci di mejanya dan mengambil sebuah
kertas dari dalam laci itu dan menyerahkannya pada Yuki dan berbicara lagi pada
kami.
“Yuki-san ingin membuat sebuah klub. Dia memintaku untuk menjadi
pembimbing klubnya. Tapi, sekolah memiliki aturan bahwa siapa pun yang ingin
membuat klub harus memiliki minimal empat orang anggota pertama. Berhubung
kalian sedang mencari klub dan berada di kelas yang sama. Jadi aku
menanyakannya pada kalian apakah kalian mau bergabung dengan klub yang mau
dibuat Yuki-san. Dengan begitu, kalian sudah mempunyai empat orang dan memenuhi
persyaratan untuk membuat sebuah klub.”
“Kalau boleh tau kau ingin membuat
klub apa Yuki-san?” Tanya Izumi.
“A... Aku ingin membuat Klub Relawan?”
Jawabnya dengan wajah gugup.
Aku sedikit terkejut dengan apa yang
Yuki katakan, Izumi dan Ayumi juga terlihat sangat bingung. Kami semua melihat
satu sama lain dengan wajah kebingungan. Aku tidak mengerti apa maksudnya Klub
Relawan. Terlebih lagi aku juga tidak tahu apa tugas dari klub itu nantinya.
Bagaimana bisa bergabung dengan klub yang sama sekali kau tidak mengerti?
Aku memberanikan diri untuk bicara
padanya. “Apa yang kau maksud relawan seperti di lembaga-lembaga sosial yang
memberikan bantuan tanpa bayaran?”
Dia melihatku dan menatapku dengan
wajah serius, “Benar. Aku ingin membuat klub dimana kita akan membantu murid
lain untuk menyelesaikan masalahnya. Tentu saja sebelum kita membantunya kita
akan mempertimbangkannya dulu agar tidak menjadi masalah yang lebih besar
lagi.”
“Sepertinya itu menarik. Benar, kan,
Izumi?” Seru Ayumi dan melihat ke arah Izumi.
Sepertinya Ayumi dan Izumi sudah
memutuskan untuk bergabung dengan Klub Relawan dengan hanya melihat reaksi
mereka. Hanya dengan memikirkannya aku sudah tahu bahwa itu akan menjadi
sesuatu yang merepotkan. Banyak sekali murid di sekolah ini dan tentu saja
mereka semua memiliki masalah mereka sendiri-sendiri. Belum lagi ada
kemungkinan ada sebagian murid yang mengejek Klub Relawan nantinya karena tidak
semua orang mempunyai pandangan yang baik tentang orang yang membantu orang
lain tanpa dibayar.
Hanya aku saja yang belum menentukan
pilihan. Aku ingin sekali menolaknya. Tapi, bila aku menolaknya waktuku bersama
dengan Ayumi dan Izumi akan menjadi sangat sedikit dan kami akan jarang sekali
bertemu. Seberapa kuatnya aku ingin menolaknya, rasa akan kesepian
mengalahkanku.
“Aku tahu Ayumi dan Izumi sudah setuju
bergabung. Aku juga akan bergabung bila kau menjelaskan lebih rinci lagi tujuan
kau membuat klub itu,” tanyaku.
Yuki terdiam sebentar dan berkata lagi
dengan suara lembut, “Sederhana sekali. Aku hanya ingin membantu orang lain
menyelesaikan masalah yang tidak bisa mereka selesaikan sendiri agar mereka
tidak menyesalinya suatu saat nanti.”
Aku hanya tersenyum dan melihat ke
arah Izumi dan Ayumi yang juga tersenyum. Aku tidak menyangka bahwa masih ada
orang yang mau melakukan hal merepotkan seperti itu. Dan semua itu adalah hal
yang selama ini aku ingin lakukan tapi aku tidak bisa melakukannya dan aku
berakhir dengan penyesalan selama ini.
“Kau yakin kau bisa memegang semua
perkataanmu?” Tanyaku.
“Tentu saja,” Jawabnya dengan wajah
penuh keyakinan.
“Baiklah. Aku akan bergabung.”
“Tidak kusangka aku bisa mendengar
kata itu dari Kato,“ ucap Izumi dengan nada meledekku lalu merangkul pundakku.
“Diamlah hantu.”
Aku sama sekali tidak melihat
sedikitpun keraguan pada mata Yuki ketika memberitahu alasan membuat klub ini.
Aku juga tidak tahu apa ada maksud tersembunyi atau tidak pada ucapannya itu.
Aku hanya memikirkan bahwa aku ingin membantu orang lain agar tidak menjadi
sepertiku, karena aku tahu rasanya hidup dalam penyesalan itu tidak ada bedanya
dengan mati.
“Terima Kasih Kazuki-kun. Terima kasih semuanya,” ucap Yuki
sambil membungkukkan badannya.
“Baiklah. Cepat tulis namamu pada
formulir itu. Aku yang akan menjadi pembimbing klub kalian,” ujar Mia-sensei.
“Sepertinya kita akan lebih sering
bersama.” Ucap Izumi dengan suara keras dan wajah yang bersemangat.
“Baru kali ini kau benar,” balasku dan di
iringi tawa kami semua.