Popular Post

Popular Posts

Recent post

Archive for 2016


Aku berjalan menuju kamarku sehabis mandi dan mendengar ada suara seperti seseorang sedang mengetuk pintu kamarku dengan sangat keras. Ternyata setelah kulihat itu hanya Kakakku yang sepertinya ingin membangunkanku.
“KATO! BANGUNLAH! INI SUDAH PAGI!”
Aku hanya menghela nafas melihatnya “Hei bodoh. Aku disini! Lakukan itu lagi dan kau akan benar-benar merusak pintu kamarku.”
Kakakku melihat ke arahku dan langsung menunjukan wajah yang sangat terkejut, mirip seperti pencuri yang ketahuan saat sedang melakukan aksinya. “Ehh... Kau sudah bangun?  Kukira kau masih tidur.”
Aku tidak menjawabnya dan langsung berjalan melewati kakakku. “Menyingkirlah, kau menghalangi jalanku.”
Dia hanya melihat ke arahku dengan tatapan yang aneh saat aku melewatinya untuk masuk ke kamarku.
“Apa kau mengompol?” 
“Seperti biasa khayalanmu sangat luar biasa. Tapi, khayalan tetaplah khayalan.” Balasku dan langsung menutup pintu kamarku.
Aku segera memakai seragamku, karena hari ini masih belum waktuya libur jadi aku masih harus ke sekolah, dan juga masih ada sesuatu yang harus kuselesaikan disana. Setelah selesai aku langsung turun untuk sarapan sebelum berangkat. Dan sesaat aku sampai di ruang tamu, aku melihat kakakku sedang duduk di sofa sambil meminum kopi kesukaannya. Aku menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Aku mengambil beberapa roti dan juga selai yang berada di dekatnya sebagai menu sarapanku hari ini.
“Bagaimana dengan klubmu?”
“Merepotkan.”
“Begitukah? Ayumi-chan bilang klubmu sudah menerima tugas untuk menyelesaikan suatu masalah. Apa benar?”
“Kau yang merekrut Ayumi atau Ayumi sendiri yang mencalonkan dirinya untuk menjadi anak buahmu?”
“Jangan balik bertanya.”
“Hn, Itu benar.” Aku membalasnya sambil memakan sarapan yang kubuat.
“Hmm... Lalu apa masalahnya?”
“Aku tidak bisa menjelaskannya secara rinci, tapi yang menjadi intinya adalah rasa tidak puas atau bahkan takut dengan kenyataan yang diterimanya.”
“Jadi begitu...”
“Itulah kenapa aku bilang ini sangat merepotkan.”
“Walaupun begitu, kau pasti tetap akan menyelesaikannya, kan?”
“Entahlah, tapi yang pasti kami akan berusaha sekuat tenaga.” Walaupun itu sangat melelahkan.
Aku tidak bisa berkonsentrasi untuk menyantap sarapanku, selalu saja masalah itu yang terlintas di pikiranku. Misalkan aku boleh memilih, aku lebih suka tetap berada di sini walaupun ada orang bodoh bersamaku daripada mencampuri urusan orang lain.
“Kato, aku akan memberikan sedikit saran yang mungkin bisa membantumu memecahkan masalah ini.”
“Aku harap itu saran yang bermanfaat.”
“Kau bisa membuktikannya sendiri nanti. Dengar, untuk menyelesaikan masalah yang menyangkut perasaan seseorang itu tidaklah semudah membalikan telapak tangan.”
“Kalau itu aku juga tahu.”
“Karena itulah, satu-satunya cara untuk menyelesaikannya hanya bisa dengan memaksa orang itu untuk menerima kenyataan apapun yang akan dihadapinya.”
Setelah mengatakan itu Kakakku bangkit dan berjalan kearah dapur untuk menaruh gelas yang dipakainya untuk meminum kopi. Aku pikir itu bukan saran yang buruk untuk orang selevel Kakakku.
“Tidak biasanya kau memberikan saran yang bagus, apa ada sesuatu yang mengganjal di otakmu?”
Kakakku terdiam sebentar sebelum kembali melanjutkan langkahnya dan tidak lama dia kembali dengan membawa pisau sambil tersenyum. Aku bisa merasakan senyumannya itu penuh dengan ancaman. “Katakan lagi, dan aku pastikan benda ini akan mengganjal di kepala mu.”
Aku tidak bisa mengeluarkan satu katapun dari mulutku, jika aku salah berbicara, bisa saja perjalanan hidupku di dunia ini akan berakhir dengan sekejap. Setelah selesai sarapan aku langsung menuju ke arah pintu depan dan memakai sepatuku. Walaupun bisa dibilang ini masih cukup pagi untuk berangkat ke sekolah.
“Aku berangkat.” Ucapku sambil membuka pintu.
“Hati-hati, dan jangan lupakan saranku tadi!” Suara Kakakku terdengar dari ruang tengah.
“Aku mengerti.” Aku langsung menutup pintu dan mulai melangkahkan kakiku. Di perjalanan, pikiranku hanya di penuhi dengan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah ini. Ini membuatku melupakan semua yang ada di sekitarku.
Masalah utama dari kasus ini adalah gadis yang menyukai Yamori ini. Dari surat yang kemarin di beritahukan Shiranami-Senpai, aku bisa menebak bahwa gadis ini pasti sudah lama mengincar Yamori. Dan mungkin Yamori  mengetahui siapa gadis tersebut.
“Kazuki-kun, selamat pagi. Aku tadi datang ke rumahmu karena ingin mengajakmu untuk berangkat bersama, tapi Kak Touma bilang kau baru saja berangkat. Jadi, aku langsung menyusulmu secepatnya. Dan juga, tidak biasanya kau bangun cepat dan berangkat sepagi ini.”
Apakah Yamori mengetahui perasaan gadis itu dan menolaknya karena lebih menyukai Shiranami-Senpai? Atau dia masih belum mengetahui apa-apa tentang perasaan gadis itu?
“Kazuki-kun!” Seru seseorang sambil menepuk bahuku. Dan setelah kulihat ternyata orang itu adalah Ayumi. “Apa yang kau lamunkan? Sepertinya sangat penting sampai membuatmu tidak menghiraukanku.”
“Ayumi kah? Aku sempat mengira kau itu Izumi yang ingin mengejutkanku.”
Raut wajah Ayumi langsung berubah menjadi cemberut. “Kau belum menjawab pertanyaan dariku. Apa kau selalu seperti ini?”
“Maaf, tadi aku hanya sedang memikirkan sesuatu.”
“Apa yang kau pikirkan?”
“Apa lagi memangnya, tentu saja tentang masalah yang kita terima.”
“Kazuki-kun, sepertinya kau mulai bersemangat dengan hal ini.”
“Aku? Bersemangat? Itu adalah 1 dari semua hal yang tidak mungkin terjadi di dunia ini.”
Mendengarku mengatakan hal itu membuat Ayumi tersenyum kecil yang sangat manis saat kulihat.
“Jadi, apa kau sudah menemukan jalan keluarnya?”
“Masih belum, Pertama-tama aku ingin bertemu dengan seseorang yang bernama Yamori itu. Mungkin setelahnya aku bisa menemukan jalan keluarnya.”
“Apa yang ingin kau bicarakan dengannya?”
“Hanya beberapa hal yang menyangkut kasus ini.”
Ayumi terlihat bingung mendengarnya, tapi aku tidak menjelaskannya lebih rinci lagi karena nanti juga dia akan mengetahuinya. Mengatakannya 2 kali akan sangat melelahkan.
Kicauan burung di pagi hari yang menemani langkah kami menuju ke sekolah terasa sangat menenangkan, tapi sepertinya suasana ini tidak akan berlangsung lama. Karena, awan gelap sudah mulai menyelimuti langit pagi yang seharusnya cerah ini. Aku dan Ayumi mempercepat langkah kami agar bisa sampai sebelum hujan turun. Kami sampai di sekolah bersamaan dengan hujan yang mulai membasahi bumi. Kami segera menuju ke kelas kami berada. Aku penasaran apakah Izumi sudah datang apa belum. Sesaat setelah kami sampai di kelas dan memasukinya, terlihat senyuman bodoh Izumi yang menyambut kami.
“Yo pasangan paling mesra di SMA Sumire, semakin dekat saja kulihat.”
“Yo hantu kepala kosong, seperti biasa ucapanmu itu bodoh sekali.”
“Aku mengatakan hal yang baik kepadamu tapi kau malah membalasnya dengan hal yang buruk.” Protes Izumi.
“Aku mengatakan fakta tentangmu, kan?”
“Terserah kau saja, aku tidak pernah mengerti dengan jalan pikiranmu Kato.”
“Itulah yang kumaksud. Pasti karena kepalamu kosong, kan?”
“Kato, karena di luar sedang hujan... Bagaimana kalau kita berkelahi di sini saja!?”
Aku tidak menghiraukannya dan hanya tersenyum puas saat melewatinya untuk duduk di tempatku. Ayumi yang tadinya berada disebelahku juga segera menempati tempat duduknya. Dan yang aneh disini adalah Yuki yang tidak ada disini tapi tasnya ada di mejanya.
“Izumi, apa kau melihat Yuki?” Tanyaku.
“Hmm? Saat aku datang aku hanya melihat tasnya saja.”
“Begitu, ya”
Aku pikir dia paling ke ruang guru karena ada sesuatu yang harus di lakukannya, jadi aku tidak terlalu memikirkannya. Aku melihat keluar jendela dan dapat kulihat banyak murid yang datang ke sekolah dengan menggunakan payung. Kalau hujan tidak berhenti juga sampai pulang sekolah nanti aku bisa kerepotan, karena aku tidak membawa payungku. Selagi aku memikirkan nasibku nanti, Yuki masuk ke kelas dengan terburu-buru dan menghampiri kami.
 “Kau kenapa? Apa kau baru saja melihat bangsa Izumi?” Tanyaku dan langsung disambut oleh Izumi. “Apa yang kau maksud bangsa Izumi itu, Kato?”
Dia mengambil nafas sejenak karena sepertinya dia sudah berlari cukup jauh.“Aku... tidak habis melihat bangsa Izumi.”
“Sudah kubilang, apa yang kau maksud dengan bangsa Izumi itu!?” Izumi terlihat semakin kesal.
“Lalu, kau darimana saja sampai kembali kesini dengan terburu-buru seperti itu?” Lanjut tanyaku.
“Aku baru saja dari kelas 2-B setelah menerima pesan dari Shiranami-Senpai.  Mendengarnya mengatakan itu membuat perasaanku menjadi tidak enak, Dan itu semua terbukti.
“Gadis yang menyukai Yamori-San, melakukan hal yang buruk kepada Shiranami-Senpai dengan memcoret-coret mejanya dan menulis kata Perempuan Jalang di papan tulis dan membuat kelas menjadi sangat berantakan.” Lanjutnya.
“Hoi, hoi, yang benar saja.”
“Sepertinya dia sudah di butakan oleh perasaannya.” Seru Izumi.
Ayumi yang sejak tadi diam mulai mengeluarkan suaranya. “Kita harus bertindak secepatnya.”
“Itu benar, tapi bagaimana caranya?” Balas Yuki.
Aku melihat jam tanganku dan setidaknya kami masih punya waktu 45 menit sebelum pelajaran di mulai. “Sepertinya masih sempat. Ayo kita ke kelas 2-B sekarang.”
 Kami pun langsung bergegas ke sana. Saat kami sampai keadaannya memang sangat kacau dan berantakan seperti yang dikatakan oleh Yuki tadi. Setelah melihat sekeliling kami mendapati Shiranami-Senpai sedang duduk sambil menangis dan Naomi-Senpai  berada tepat di sampingnya. Kami pun menghampirinya. Dan saat melihat kami datang, dia langsung menyeka air matanya.
“Kazuki-Kun, tolong bantu aku selesaikan masalah ini secepatanya.” Dia memegang tanganku.
“Aku memang berniat begitu, lalu apa orang yang bernama Yamori itu ada disini?”
“Sejak tadi dia tidak muncul disini.”
Aku pikir kehilangan jejak Yamori akan semakin merepotkan, jadi kuputuskan untuk bertanya kepada semua orang disini kemana Yamori pergi. Dan akhirnya ada seseorang yang mengetahuinya.
“Aku tadi melihat Yamori-Kun, sepertinya dia sedang terburu-buru dan pergi ke arah belakang sekolah.”
“Benarkah? Kalau begitu terima kasih banyak.” Balasku.
“Ayo sekarang kita kesana.” Yuki langsung melangkahkan kakinya tapi terhenti karena aku menahannya.
“Tidak tunggu dulu, biar aku saja yang kesana dan menemuinya. Kalian disini saja membantu Shiranami-Senpai dan yang lainnya membereskan kekacauan disini. Lalu, jika jam pelajaran sudah dimulai dan aku belum juga kembali, kalian kembalilah ke kelas duluan dan bilang kepada guru yang mengajar kalau aku sedang berada di UKS”
“Tapi, Kazuki-Kun...” Ucap Ayumi tapi segera aku potong. “Tidak apa-apa, kau tenang saja.”
Ayumi terlihat terpaksa menerimanya. “Baiklah, kami percayakan kepadamu Kazuki-Kun.” Aku membalasnya dengan anggukan.
“Kato, aku akan ikut denganmu. Siapa tahu saja, aku bisa berguna disana nanti.”  Ucap Izumi.
Aku tersenyum mendengarnya dan membalas ucapannya. “Baiklah, akan aku pastikan kau berguna disana.” Kemudian aku segera berlari ke arah belakang sekolah dengan di ikuti Izumi karena kami sudah tidak punya banyak waktu lagi. Aku sudah tidak peduli lagi kalau sampai di tegur karena sudah melanggar peraturan untuk tidak berlari di lorong. Aku hanya ingin ini segera berakhir. Aku dan Izumi kembali berjalan dengan biasa, karena ada beberapa bagian lantai yang sedikit basah karena hujan. Saat aku dan Izumi hampir sampai, kami melihat ada seseorang yang berlari ke arah kami dari depan.
“Hey, jangan berlari disini. Kau bisa jatuh nanti!” Tegur Izumi.
Tapi dia tetap berlari dan melewati kami. Aku sempat menyadari satu hal saat dia melewati kami tadi. Dia menangis. Izumi terlihat kesal karena di abaikan oleh gadis itu. Dan pemikiran itu terlintas begitu saja di kepalaku dan aku tidak ingin menyia-nyiakannya.
“Izumi, ikuti gadis itu dan terus awasi dia.”Seruku.
“Eh? Memangnya kenapa?”
“Lakukan saja, bukankah kau bilang ingin bisa berguna untuk menyelesaikan masalah ini?”
“Benar juga, aku tidak bisa menarik kembali kata-kataku. Kalau begitu, akan kutunjukan tekad dari pria sejati.”
“Terserah saja,  yang penting jangan sampai kau ketahuan. Dan tunggu perintahku selanjutnya.” Lalu Izumi bergegas mengejar gadis tadi dan aku melanjutkan pergi ke belakang sekolah.
Sepertinya aku sedikit terlambat, karena saat aku sampai disana hanya ada Yamori yang sedang bersandar di dinding dengan wajah yang suram. Dan jika tebakanku benar, gadis yang berlari tadi adalah penyebab masalah yang merepotkan ini. Saat aku berjalan ke arahnya dia mendengar suara langkahku yang menginjak genangan air dan menyadari kehadiranku.
“Kau Yamori-Senpai, benarkan?” Tanyaku.
“Benar,  darimana kau tahu namaku? Tidak, yang lebih penting kau siapa dan ada urusan apa denganku?”
“Aku anggota dari Klub Relawan.”
“Klub Relawan? Aku tidak pernah mendengarnya.”
“Klub ini baru saja dibuat, dan juga tugas utama dari Klub ini adalah membantu murid yang mempunyai masalah tapi tidak bisa menyelesaikannya sendiri.”
“Membantu menyelesaikan masalah, ya? Jadi, apa kau menemuiku karena ingin menyelesaikan masalah seseorang yang berkaitan denganku?”
“Kau cukup tanggap juga. Itu benar sekali, dan orang yang meminta kami membantu menyelesaikan masalahnya adalah...”
Belum sempat aku  menyelesaikan perkatanku, dan dia sudah memotongnya. “Shiranami Shizuku, benar?”
Dia mengatakan nama Shiranami-Senpai dengan tertunduk sambil bersandar di dinding. Aku bisa mengerti perasaannya yang pasti sangat kacau saat ini. Setelah di tolak oleh Shiranami-Senpai dan juga sekarang dia merasa bersalah atas kekacauan yang terjadi di Kelas 2-B karena kecemburuan gadis yang menyukainya. Kalau dipikirkan ulang, penyebab masalah yang merepotkan ini sebenarnya adalah Yamori-Senpai. Hujan yang semakin lebat ini sangat sesuai dengan perasaannya sekarang. Aku melihat ke arah jamku, hanya tersisa waktu 20 menit lagi. Aku mengambil ponsel yang ada di saku celanaku dan mengirimkan beberapa pesan kepada yang lainnya.
“Karena kau sudah mengetahuinya, aku rasa tidak perlu mengatakan lagi inti dari masalah ini. Jadi, apa kau mau berkerja sama dengan kami untuk menyelesaikan masalah ini?” Ujarku.
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, hanya terdengar suara dari air hujan yang menyentuh tanah dan atap yang berada di atas tempat kami berdiri sekarang.
“Aku hanya menawarkan cara agar masalah ini bisa cepat selesai, dan tidak ada lagi yang menderita karena takdir dan kenyataan yang dihadapinya berbeda dengan yang di inginkannya.”
Setelah mengatakan hal yang sedikit kasar tersebut, aku bisa melihat Yamori mengeritkan giginya. “Apa kau mengejekku? Apa kau pikir aku tidak bisa menerima kenyataan yang pahit itu, hah!? Karena kau mengetahui hal itu jangan pikir kau bisa mengerti dengan apa yang kurasakan!”
Kak, sepertinya saran yang kau berikan itu memang benar. Sangat merepotkan menyelesaikan masalah yang  menyangkut perasaan seseorang.
Senpai... Apa kau pikir hanya kau saja yang pernah merasakan perasaan itu? Apa kau tidak pernah melihat orang yang berada di sekitarmu? Apa kau tidak pernah memikirkan perasaan Shiranami-Senpai ataupun gadis yang menyukaimu itu?”
“Apa kau bilang!? Jangan membuatku  sampai menghajarmu Anak baru.” Tangannya mengepal sangat kuat seperti sudah siap untuk melayangkan tinjunya ke arahku.
“Apa aku salah? Atau kau hanya ingin menghindari kenyataan itu? Kalau kau pikir semua kenyataan itu manis kau benar-benar salah. Karena tidak selamanya kenyataan itu manis, setidaknya kau pasti akan merasakan sedikit pahitnya kenyataan itu.”
“Kau mengatakan hal itu seolah-olah sudah pernah merasakannya. Apa kau pikir dengan bertingkah seperti...”
“Aku sudah pernah merasakan perasaan yang menyakitkan itu, jauh sebelum kau mengetahui bagaimana rasanya. Jangan kau pikir usia bisa menentukan kapan kita akan merasakan hal itu.” Potongku.
“Kau... !!” Dia menghampiriku dan ingin menghajarku.
“Hentikan!” Setelah mendengar seseorang mengucapkan itu gerakan Yamori terhenti. Aku melihat ke arah datangnya suara itu, dan melihat Ayumi bersama yang lainnya berjalan menghampiri kami. Shiranami dan Naomi terlihat mengikuti di belakang mereka, dan juga gadis yang kulihat di lorong bersama Izumi tadi ada dengan mereka. Timingnya pas sekali. Yamori terkejut melihat Shiranami dan gadis yang menyukainya itu ada disini.
“Yo, Kato. Apa kau tidak apa-apa?” Izumi meghampiriku dan menepuk pundakku.
“Mendengarmu mengkhawatirkanku,  rasanya sedikit menjijikan.”
“Aku harap kau tadi terpukul saja olehnya.”
Mendengarnya mengatakan hal itu membuatku sedikit kesal dan memukul kepalanya. “Harapanmu di tolak, kau yang akan terpukul.”
“Aku sudah kena pukul darimu!! Dan juga kenapa kau  yang mengabulkan harapanku!?”  Ucapnya sambil memegang kepalanya yang kena pukul olehku.
Aku mengabaikannya dan melihat ke arah gadis itu. Dia juga melihatku sebentar sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Kazuki-Kun, setelah ini apa yang akan kau lakukan?” Tanya Ayumi.
“Setelah ini terserah kepada mereka bertiga, apakah mereka ingin semua ini berakhir dengan damai atau malah sebaliknya.”
“Shiranami... dan juga Fuuka? Apa yang kalian lakukan disini?” Yamori merasa ada sesuatu yang janggal disini.
“Aku yang meminta mereka untuk datang kesini dengan bantuan para anggota Klub Relawan. Karena masalah ini hanya bisa di selesaikan dengan kalian bertiga menerima kenyataan yang sebenarnya, sekalipun itu kenyataan yang menyakitkan.” Jelasku.
Aku dan yang lainnya memberi kesempatan bagi mereka untuk mengungkapkan isi hati mereka masing-masing. Aku pun beranjak ke tempat yang sedikit jauh dari mereka bertiga dan bersandar pada dinding sambil mendengarkan mereka.
Shiranami berjalan beberapa langkah ke arah Yamori sebelum akhirnya berhenti dan mulai bicara. “Yamori-kun, aku sangat merasa bersalah telah menolak perasaanmu, tapi tetap saja aku tidak bisa menerimanya. Aku yang sekarang tidak akan bisa menjalin hubungan dengan siapapun, aku sudah memutuskan untuk fokus pada pendidikan untuk masa depanku nanti. Aku menolakmu bukan karena aku tidak suka padamu ataupun aku menganggapmu sebagai pengganggu, hanya saja aku tidak ingin terobsesi dengan hal yang lain. Karena kau sudah menjadi temanku sejak lama dan selalu mendukungku dari belakang... karena itulah aku lebih menyukai Yamori­-Kun yang biasanya, karena aku tetap bisa tertawa bersama denganmu sebagai teman. Jadi, jangan biarkan hal itu membuatmu kehilangan dirimu yang sebenarnya.”
“Shiranami... Aku tidak tahu kau menganggapku seperti itu. Mendengarmu mengatakan hal itu sedikit membuatku bahagia. Sepertinya yang di katakan oleh Anak baru itu memang benar. Aku tidak pernah memikirkan apa yang orang lain rasakan. Jadi, maafkan aku telah membuat banyak masalah untukmu, Shiranami.” Sebelum menjawabnya Shiranami mundur beberapa langkah dari tempatnya tadi, kemudian dia mengangguk dan tersenyum kepadanya.
Sekarang giliran Fuuka yang menyampaikan isi hatinya. Dia hanya diam dan menatap ke arah luar yang sedang turun hujan. Yamori pun menghampirinya dan berhenti tepat di depannya.
“Fuuka... Apa ada sesuatu juga yang ingin kau sampaikan padaku?”
“Aku tidak bisa memikirkan apapun untuk ditanyakan padamu. Setelah mendengar Shiranami mengatakan hal itu, pemikiranku tentangnya langsung berubah seketika. Aku sudah melakukan banyak kesalahan dengan membuatnya menderita. Mataku sudah di butakan oleh perasaanku padamu, aku jadi tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah. Sekarang aku sudah mengetahuinya, bahwa semuanya hanyalah kesalahpahaman belaka. Aku sudah menyimpan perasaan ini sejak lama, karena aku sangat ingin bersamamu. Setiap saat yang terpikirkan hanya kau, sampai saat aku mendengar gosip yang tersebar jika kau sudah menyatakan perasaanmu padanya. Saat itu aku tidak bisa berpikir dengan jernih lagi. Perasaanku sangat kacau dan berantakan, aku sangat takut kalau harapanku untuk bisa bersamamu hilang. Dan aku melakukan banyak cara untuk membuat Shiranami menjauhimu. Tapi, setelah aku mendengar ucapan anggota Klub Relawan itu sekarang aku bisa menentukan pilihan yang tepat untukku.”
Yah, aku memang mengatakan kepada mereka lewat pesan tadi untuk bersembunyi di lorong saat aku sedang berbicara dengan Yamori, dan membawa Shiranami dan yang lainnya agar mereka bisa mendengar pembicaraan kami.
 “Aku memutuskan untuk menyatakan perasaanku kepadamu untuk yang terakhir kalinya. Dan apapun jawaban yang kau berikan, aku akan berusaha menerimanya.”
Dia terdiam sejenak dan mengambil nafas sebelum mengatakannya kepada Yamori. Aku pikir keputusan yang diambilnya cukup tepat untuk situasi ini.
“Jadi, Yamori-Kun. Aku sudah sejak lama menyukaimu, maukah kau menerimaku menjadi pacarmu?”
“Terima kasih, Fuuka. Tapi sekarang aku tidak bisa melakukannya.”
Dia menahan tangisnya dan menunduk. “Aku mengerti Yamori-Kun, terima kasih sudah mau mendengarkan permintaanku.”
“Aku tidak bisa melakukannya sekarang... karena sekarang aku masih belum pantas untuk menjadi pasangan untukmu. Aku yang sekarang pasti tidak bisa membahagiakanmu. Jadi, maukah kau menungguku?”
Aku tidak menyangka bisa melihat adegan drama seperti itu disini. Fuuka, yang sejak tadi kutahu sedang menahan tangisnya agar tidak keluar sudah tidak bisa membendung air matanya lebih lama lagi.
“Hn, aku akan menunggumu.” Ucapnya dengan senyum yang dihiasi dengan air matanya.
Aku dan yang lainnya merasa sedikit lega, karena berhasil membantu menyelesaikan masalah ini. Kasus yang panjang Pikirku. Dan tidak lama bel masuk sudah berbunyi, kamipun segera bergegas kembali ke kelas masing-masing.
“Saat aku ingin melangkahkan kakiku, Yamori mengatakan sesuatu. “Hey Anak baru, kau belum mengatakan namamu.”
Aku hanya sedikit memalingkan wajahku ke arahnya, “1-B, Kazuki Kato.” Lalu, aku melanjutkan langkahku yang terhenti. Dijalan menuju kelas Aku juga bertanya kepada Ayumi tentang keadaan dikelas Shiranami-Senpai, dan dia bilang kalau semuanya sudah kembali seperti semula. Aku melihat ke arah luar jendela, dan hujan yang sejak tadi turun sudah mulai reda dan perlahan-lahan cahaya mentari terlihat dari celah-celah awan.
 Hujan pun tidak lama akan menghilang dan berganti dengan hangatnya sinar matahari. Masalah juga seperti itu, pada awalnya memang membuat semuanya terlihat suram, tapi pada akhirnya itu bisa saja menjadi hal yang baik.
 Aku rasa untuk sementara waktu aku bisa beristirahat. Aku sangat lelah. Dan pada akhirnya aku bukannya menuju ke kelas tapi malah ke UKS dan beristirahat disana. Ayumi dan yang lainnya mengizinkanku untuk beristirahat dan mereka yang akan mengatakannya kepada guru. Aku tidak butuh waktu lama untuk terlelap dalam mimpi karena rasa lelah ini.
Dan saat aku bangun ternyata hari sudah berganti sore. Aku bangkit dan melihat ke sekeliling, dan melihat Ayumi sedang berdiri di dekat jendela sambil bersenandung. Dia melihat ke arahku dan tersenyum, aku pun berdiri dan menghampirinya.
“Kenapa kau masih disini?” Tanyaku saat sudah di depannya.
Senyumannya tidak lepas dari wajahnya. “Apa tidak boleh?”
“Entahlah, jadi bagaimana dengan para Senpai?”
“Mereka semua tadi datang ke ruang klub dan mengatakan terima kasih banyak kepada kita.”
“Begitukah?”
“Dan juga mereka sangat berterima kasih kepadamu, karena perkataanmu yang tadi sudah menyadarkan mereka.”
“Itu semua hanyalah kata-kata biasa.”
“Memang menurutmu begitu, tapi bagi mereka itu lebih dari sekedar kata-kata.”
“Yah... kalau memang begitu aku sedikit senang mendengarnya.”
“Memang harusnya begitu.”
Sinar matahari sore yang menyinari ruangan ini membuat senyum Ayumi menjadi lebih indah.
“Sepertinya kita bisa bersantai untuk sementara waktu.” Ucapku.
“Mungkin saja, tapi kita harus selalu siap untuk menerima tugas baru. Dan Kazuki-Kun harus bersiap menyelesaikannya.”
“Yang benar saja, beri aku istirahat.”
Setelah beberapa saat kami memandang matahari terbenam dari ruangan UKS, kamipun beranjak pulang ke rumah. Di perjalanan aku dan Ayumi hanya membicarakan hal-hal yang biasa. Dan setelah sampai kami langsung berpisah dan masuk ke rumah masing-masing. Sesaat setelah aku masuk dan berjalan ke arah kamarku di lantai 2, kakakku melihatku dan mengikutiku ke atas.
“Selamat datang sayang, kau mau mandi atau mau makan malam dulu? Atau kau mau A..K..U?”
“Hentikan leluconmu bodohmu itu, sekarang aku sangat lelah.”
“Dasar Kato bodoh, harusnya kau menjawabnya dengan benar.”
Aku dibilang bodoh oleh orang yang bodohnya sudah melebihi batas normal.
“Aku tidak mau mendengar hal itu darimu.”
“Lalu, bagaimana dengan masalah yang diterima Klub Relawan?”
“Sudah selesai, walaupun itu sangat merepotkan.”
“Bagaimana dengan saranku? Apa kau melakukan yang kukatakan?”
“Berbahagialah, karena saranmu itu sedikit membantuku untuk menyelesaikannya.”
“Hehe, jangan pernah meremehkan kakakmu ini.”
“Ya, ya, aku mau istirahat dulu sebentar sebelum mandi. Jadi, bisakah kau tidak menggangguku untuk saat ini?” Ucapku sambil membuka pintu kamarku.
“Aku akan menemanimu tidur, dengan begitu kau bisa...”
Aku sudah bisa menebak apa yang ingin dikatakan olehnya, akupun langsung memotongnya cepat. “Tidak terimakasih.” Dan langsung menutup pintu kamarku.
Kalau dia dibiarkan berkeliaran dikamarku saat aku tidak sadar, pasti akan terjadi hal-hal aneh karena ulahnya. Kalau begitu, aku jadi tidak bisa istirahat dengan tenang. Akupun langsung menjatuhkan tubuhku ke kasur dan melemaskan semua otot ditubuhku. Aku sudah lama tidak merasakan rileks seperti ini, karena sekarang aku jarang merasa sangat lelah. Setelah beberapa menit aku tiduran, suara kakakku terdengar dari balik pintu kamarku dan dia mengetuknya.
“Kato, sampai kapan kau mau tidur? Kau harus mandi dan setelah itu kita akan makan malam.”
“Baiklah, aku mengerti.” Aku menjawabnya dengan masih tiduran dikasurku.
“3 detik pintu itu belum terbuka, kau akan melihat sesuatu yang akan membuatmu memohon agar tidak pernah melihatnya. Satu...”
Aku langsung bangkit dan berlari ke arah pintu dan membuka pintu kamarku, dan aku melihat kakakku berdiri disana dengan tersenyum puas. Dengan perasaan panik yang masih terasa aku langsung beranjak ke kamar mandi dan melewatinya.
“ Lain kali, aku akan meminta Ayumi yang bilang seperti itu kepadamu.”
Aku berhenti dan membalikan badanku. “Jangan membuat Ayumi melakukan hal yang aneh. Kepolosannya bisa saja tercemar oleh sifat bodohmu.”
“Kau ingin aku meracuni makan malammu nanti?”

Aku tidak mendengarkannya dan langsung bergegas ke kamar mandi, dan bersiap untuk makan malam. Setelah mandi, aku langsung menuju ke ruang tengah dan melihat kakakku sedang menata makanan dimeja. Aku menghampirinya untuk makan malam bersamanya. Setelah makan malam, aku hanya menonton tv sebentar karena ada acara yang sedikit menarik, setelah itu aku langsung menuju kamarku untuk tidur dan melepas semua rasa lelah yang ada dibenakku.

Kemarin, aku menceritakan masa laluku kepada Ayumi dan meluapkan semua rasa sakit di hatiku kepadanya. Dan karena dia juga aku jadi bisa sedikit melupakan kenangan-kenangan kelamku di Tokyo dengan kehangatan yang di berikannya. Aku terkejut karena dirinya tiba-tiba datang kesini dan ingin membuatku kembali menjadi seperti saat aku berada di masa-masa SMP-ku dulu lagi. Tapi, aku tidak mengerti dengan apa yang ada di pikirannya. Padahal saat di SMP aku tidak begitu mengenalnya atau bisa di bilang memang tidak mengenalnya. Namun, berkat dialah aku jadi bisa sedikit merasakan hangatnya kebahagiaan yang sudah lama tidak dapat kurasakan lagi semenjak insiden itu.
Baru beberapa jam rasanya aku tidur, tapi ternyata sudah pagi lagi. Kehidupan malamku berlalu sangat cepat. Dan pagi ini juga aku disambut dengan sinar mentari pagi dan kicauan para burung.
“Haaahh, Semoga hari ini menjadi hari yang tidak merepotkan dan tenang bagiku” Ucapku seraya berdoa
Tiba-tiba Kakakku masuk ke dalam kamarku dengan wajah bodoh. “Seperti biasa, doamu itu hanya tidak ingin terlibat dengan semuanya.”
Aku bangun dari tempat tidurku, berjalan melewatinya, dan berhenti sebentar untuk mengucapkan sesuatu dalam hatiku. Tepat sekali. Aku juga tidak ingin terlibat denganmu. Aku menoleh ke Kakakku sebentar sebelum aku melangkah lagi.
“Itu tidak bisa, karena mau bagaimanapun kita sudah terikat dengan hubungan Sedarah ini.”
DASAR PENYIHIR!!!!! DIA BISA MEMBACA PIKIRANKU!!!! Hubungan sedarah....... Menakutkan!
Ah, biarlah, mungkin saja itu hanya kebetulan ucapannya seperti itu. Aku berjalan lagi menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi aku masih mengingat kejadian kemarin. Saat Ayumi mulai memelukku dan membiarkan aku tidur dipangkuannya. Sekarang aku baru sadar kalau itu sangat memalukan. Aku tidak percaya kalau aku bisa melakukan itu semua.
Setelah selesai mandi aku hanya sarapan dengan roti dan telur. Sedangkan Kakakku hanya minum kopi. Mungkin karena itu dia menjadi bodoh, karena asupan nutrisinya di pagi hari hanya di dapatkan dari biji-biji kopi itu. Aku tidak tahu itu anugerah atau apa pun itu. Tapi dia tetap kakakku. Saat aku sedang melihatnya dengan wajah penuh rasa kasihan di wajahku, dia tiba-tiba mengatakan sesuatu.
“Kato, kau sudah tau kalau ada tetangga baru di sebelah rumah kita, kan?” Kata kakakku sambil meneguk kopinya.
“Iya, kenapa?” Aku membalasnya dengan rasa malas yang mulai menjalar di tubuhku. Aku takut dia mengatakan hal-hal aneh atau berbuat bodoh di depan Ayumi dan keluarganya.
“Kemarin malam aku berkunjung ke rumah mereka, dan mereka ternyata sangat ramah dan baik. Dan juga, dia mempunyai anak perempuan yang cantik dan imut loh”
Kakakku sudah bertemu dengan Ayumi? Ayumi yang malang. Semoga dia tidak mendengarkan apa pun yang di katakan si bodoh ini, kalau dia mengatakan yang aneh-aneh soal diriku ke Ayumi dan keluarganya. Aku pastikan hubungan sedarah yang tadi dia katakan padaku akan aku lupakan.
 “Jadi aku menyarankan kepada mereka agar kau berpacaran dengan anak mereka, dan mereka setuju.”
Aku hampir tersedak minumanku saat mendengarkannya. Apa yang makhluk itu lakukan? Kenapa dia seenaknya? Apa yang dia pikirkan? Melihatnya tersenyum puas sambil mengatakan itu, membuatku lupa kalau dia kakakku. Baru saja aku memikirkan akan melupakan tentang hubungan sedarah yang dia katakan kalau dia bicara sesuatu yang aneh kepada Ayumi dan keluarganya, tapi dia malah mengatakan hal yang lebih parah daripada di sebut aneh. Apa yang Ayumi pikirkan saat mendengar ocehan si bodoh ini? Kuakui.. aku sedikit..... penasaran.
Aku lalu berjalan ke arah dapur dan mengambil sebilah pisau, dengan tersenyum aku mengacungkan pisau dapur itu tepat di depan wajahku “Kak... kau mau hidupmu berakhir sampai disini!?”
Dia mengeluarkan ekspresi yang sangat serius seperti dia sedang bertarung di kompetisi bela diri. Dengan cepat dia memegang tanganku yang sedang memegang pisau dan dengan satu gerakan, posisinya sudah terbalik. Aku yang sekarang di acungkan pisau di depan mataku.
 “Ayolah, bukankah ini kesempatan bagus untuk memulai kehidupan yang baru?”  ucapnya sambil mengayunkan pisau itu di depan mataku.
“Kesempatan bagus apanya? Kau hanya memperburuk keadaan!” Jawabku dengan nada ketus.
“Dan juga sepertinya nanti Ayumi-chan akan kesini untuk berangkat bersamamu. Jadi, lebih baik kau segera bersiap.”
“Kenapa kau yang memerintahku?”
“Sudah cepat!”
Kenapa semakin hari malah semakin memburuk keadaannya. Sepertinya doaku pagi hari ini juga tidak di terima oleh Tuhan. Apakah ini semua takdir atau hukuman untukku karena menjadi orang yang tidak perduli dengan sekitarnya? Aku seperti ini bukan karena aku benci Kakakku, tapi aku hanya benci jika aku selalu di ganggunya. Sepertinya di dunia ini tidak ada orang lain yang bisa dia ganggu.
Dengan segera, akupun langsung bersiap untuk berangkat ke sekolah. Walaupun, bisa di bilang ini masih terlalu awal untukku yang biasanya datang paling lambat ke sekolah. Dan tidak lama bel rumah kami berbunyi.
“Iya sebentar” Jawab kakakku.
Hanya suara kakakku yang bisa kudengar dari kamarku saat ini. Dan beberapa menit kemudian dia mulai memanggilku ke bawah. Aku pun langsung turun dan melihat sosok Ayumi yang sudah menungguku untuk berangkat ke sekolah bersama.
“Selamat pagi, Kazuki-kun” Sapa Ayumi dengan senyumannya yang khas ­­itu.
“Kau cukup bersemangat ya pagi hari ini.”
“Apa iya?”
“Apa... aneh sekali? Tidak ada hal lain yang kalian lakukan saat bertemu? Bagaimana dengan kecupan selamat paginya?” Ucap seseorang yang tidak lain adalah kakakku.
Aku terkejut ketika mengetahui Kakakku sudah ada di belakangku, dengan wajah bodohnya dan tangan bersandar pada bahuku yang sedang memakai sepatu dia mengatakan sesuatu yang bodoh seperti itu tanpa memikirkannya terlebih dahulu.
Nampaknya Ayumi juga sangat terkejut mendengarnya. Aku bisa melihat wajahnya tiba-tiba merah merona. Dia sampai tidak bisa berkata apa-apa saat mendengarnya.
“Jangan di dengarkan Ayumi, dia memang sudah rusak dari lahir.”
“Kejamnya, kalau begitu kenapa hanya aku yang rusak?” Balas Kakakku dengan memukul memukul kepalaku.
“Entahlah, tanyakan saja pada I... Lupakan saja.”
“Apa kau masih saja memikirkannya, Kato?” Ucap kakakku
“Berisik, Aku berangkat dulu”
Aku langsung berdiri dan berjalan keluar melewati Ayumi. Aku juga melihat ke belakang dan melihat Ayumi sempat membungkuk dan memberi salam pada Kakakku lalu segera menyusul langkahku. Aku tidak bisa membiarkan dia terus bersama Kakakku. Apapun akan kulakukan agar bisa membuat mereka berdua tidak bertemu.
Jujur saja aku sangat gugup pergi ke sekolah bersama teman apalagi dia seorang wanita. Tapi sepertinya Ayumi benar-benar orang yang sangat tenang, di wajahnya sama sekali tidak ada ekspresi gugup. Sedangkan aku terus memikirkan kalau aku sedang bersama dengan gadis yang kemarin memelukku dan membiarkanku tidur di pangkuannya untuk pertama kalinya. Bahkan, Kakakku saja tidak pernah melakukan itu padaku, pada saat orang tua kami terbunuh, Kakak sedang kuliah dan tidak mengetahui kejadian itu. Setelah itu dia hanya mengenggam tanganku dan berjanji kalau dia akan menjagaku sampai kapanpun. Saat itu aku bisa melihat walaupun Kakak tidak menangis tapi hatinya sangat hancur. Dan dia bisa menunjukkannya, kalau selama ini dia bisa melindungiku dan mengurus semuanya sendirian.
“Kazuki-kun kenapa kau sangat terburu-buru?” Tanya Ayumi sambil melihat ke arahku.
Aku tidak sadar dia sudah berjalan disampingku. “Tidak apa-apa, aku hanya ingin segera ke sekolah.” Balasku sinis karena sudah tidak ingin membahas hal itu.
Selama aku berjalan menuju sekolah, Ayumi selalu tersenyum. Dia seperti mengalahkan semua keindahan di pagi hari ini. Bahkan sinar matahari pagi ini tidak mampu mengalahkan senyuman yang terlukis di bibirnya. Aku sesekali melihatnya dan entah kenapa di dalam diriku aku merasa tenang, merasa nyaman, dan merasa hangat di dalam hatiku.
Sesaat aku sampai di sekolah, ternyata turun hujan. Untung saja aku dan Ayumi sudah tiba terlebih dahulu sebelum kami kehujanan. Seharusnya pelajaran hari ini ada pelajaran olahraga yang sangat tidak ingin kuikuti karena sangat melelahkan. Dan bagusnya sekarang sedang hujan. Jadi kelas olahraga di liburkan untuk hari ini karena kami tidak bisa turun ke lapangan.
Kemudian Izumi mulai bicara dengan wajah tidak bersemangat, “Ahh, di saat seperti ini cuaca menjadi tidak mendukung.”
“Apa maksudnya dengan di saat seperti ini?”
“Bukan apa-apa. Aku hanya malas belajar di kelas. Aku lebih suka olahraga karena tidak menggunakan otak.”
“Begitukah? Kalau begitu, berarti hanya aku yang benar-benar mensyukuri hujan yang diberikan oleh Tuhan di sini.”
“Jarang sekali kau mensyukuri sesuatu. Apa yang kau syukuri dari hujan ini?” Ucap Izumi
 “Suasana yang nyaman untuk tidur pastinya,” jawabku dan lalu menaruh kepalaku diatas meja.

Cuma saat hujan waktu yang tepat untuk tidur. Mungkin tidur kedengaran seperti sesuatu yang sepele. Tapi bagiku tidur itu sebuah obat penenang yang sangat bagus apalagi saat aku sedang memikirkan masa laluku. Hanya dengan tidur aku bisa sedikit mengurangi rasa sakit akibat kehilangan orang tuaku. Dan tentunya obat yang paling bisa menenangkan hatiku adalah ketika aku tahu Kakakku yang satu-satunya anggota keluargaku baik-baik saja.
Suara kelas yang berisik membuatku tidak bisa tidur dengan tenang. Aku pun hanya memejamkan mata untuk bersantai. Aku bisa mendengar suara berbagai macam suara di kelas ini. Di salah satu semua suara di kelas ini, aku mendengar suara Ayumi. Aku membuka sedikit mataku dan melihat bahwa dia sedang berbicara dengan Izumi. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, aku sedikit penasaran, tapi aku tidak mau mereka pikir bahwa aku orang yang suka ikut campur pembicaraan orang lain.
“Terlebih lagi, aku penasaran apa yang kalian lakukan di taman waktu itu? Kau menyatakan cinta pada Kato?” Tanya Izumi pada Ayumi.
Gawat, si bodoh itu menanyakan sesuatu yang tidak berguna. Semoga Ayumi tidak menjawab dengan jawaban yang sama tidak bergunanya dengan pertanyaan itu.
“Tidak. Kami hanya membicarakan sesuatu sebagai sesama murid pindahan,” jawab Ayumi sambil tersenyum.
“Benarkah?”
“Iya.”
Bisa gawat kalau sampai Izumi tahu apa yang terjadi di taman hari itu. Cukup Ayumi saja yang tahu semua tentangku. Semoga Ayumi juga berpikir seperti itu.
Kemudian aku terbangun dan melihat mereka berdua. Mungkin mereka pikir aku baru saja terbangun dari tidur sebentar itu. Sebenarnya aku sama sekali tidak tidur dan bisa mendengar semua yang mereka katakan. Kau tidak akan pernah bisa tidur jika Izumi berada disampingmu.
“Apa kalian sudah masuk ke sebuah klub?” tanya Ayumi.
“Belum. Lagi pula aku ini anggota OSIS. Tapi, setahuku si bodoh yang bisanya hanya tidur ini juga hanya ikut Klub Pulang Ke Rumah.”
 “Izumi-kun, kau OSIS? Heh... aku tidak memperhatikannya,” ucap Ayumi
Aku pun juga belum tahu kalau si bodoh ini anggota OSIS. Aku pikir orang seperti dia tidak akan pernah diterima jadi anggota OSIS. Orang seperti dia hanya pantas masuk klub merangkai bunga. Mungkin sebaiknya aku tidak mengatakannya kalau aku tidak tahu dia sebenarnya anggota OSIS.
Setelah mendengar itu Izumi langsung seperti menjadi orang lain, orang yang tidak ada semangat dalam dirinya, “Sepertinya aku kekurangan perhatian.”
“Tenang saja, bukan hanya Ayumi saja yang tidak tahu, tapi seisi kelas ini juga begitu. Benar kan, semua? Kalian semua tidak tahu kalau Haru Izumi anggota OSIS, kan?” Tanyaku pada semua orang di kelas.
Mereka lalu saling melihat satu sama lain dan tidak ada yang menjawab sama sekali. Aku bisa melihat wajah kaget mereka semua. Jelas saja, aku yang selalu bersamanya saja tidak tahu. Apalagi mereka? Dan sesaat kemudian ada seorang gadis yang mengangkat tangannya.
“Anu... Aku kira itu hanya mitos,” ucapnya dengan nada ketakutan.
“ITU BAHKAN LEBIH BURUK LAGI!!!” teriak Izumi, “Lagipula, aku lebih memilih tidak ada yang tahu dibanding mereka tahu dan menganggap itu hanya mitos,” lanjutnya.
Ayumi lalu menepuk-nepuk bahu Izumi. Mungkin dia bermaksud ingin menghibur Izumi dan menyuruhnya untuk tidak usah terlalu memikirkannya. “Jadi, kalian berdua masih belum bergabung dengan klub apa pun?”
“Sepertinya begitu Ayumi-san” Izumi menjawabnya.
“Kalau begitu, ini tidak bisa di biarkan.” Ucap Ayumi dengan tegas.
“Hah? Apa maksudmu?” Tanyaku.
“Masa-masa SMA tanpa mengikuti klub adalah suatu kesalahan. Bagaimana bisa kalian berpikir seperti itu?”
“Menurutku tidak ada yang salah dengan itu,” jawab Izumi dan melihat ke arahku.
Aku pun membalas kata-kata Izumi, “Menurutku juga begitu. Yang salah hanya isi kepalamu Izumi.”
“Sepertinya kau tadi sedang tertidur, Kato?”
“Entah kenapa, mengejekmu membuatku tidak mengantuk lagi.”
Ayumi sepertinya tidak tertarik untuk mengejek Izumi. Dia hanya melihat kami dan sesekali tersenyum. Mungkin dia juga kesal karena kami mengabaikan pertanyaannya. Tidak lama kemudian dia mulai berbicara lagi.
“Kazuki-kun. Memang apa alasan kau tidak ingin bergabung dengan klub?”
 “Ahh... itu merepotkan. Memikirkannya saja sudah melelahkan.” Jawabku.
“Kazuki-kun! Bukannya saat di SMP kau mengikuti Klub Sepak Bola? Lalu kenapa sekarang kau tidak mengikutinya juga?”
 “Kenapa kau mengetahuinya? Apa kau sudah memata-mataiku sejak lama? Dan juga aku sudah sadar ternyata sepak bola itu sangat melelahkan.”
“Aku kan memperhatikanmu saat SMP, dan temanku juga berada di Klub Sepak Bola saat itu dan aku sering melihat kau sedang latihan.”
“Bukankah itu namanya menguntit?”
“Tidak! Aku hanya tidak sengaja melihatmu sedang latihan bersama Klub Sepak Bola.”
Aku tidak bisa memberitahukannya kalau waktu itu aku keluar dari Klub Sepak Bola karena berkelahi dengan salah satu senior di klub itu. Aku tidak suka dengan cara bermainnya yang kasar terlebih kepada junior di klub itu. Aku berkelahi dengannya setelah ada satu temanku yang kakinya patah karena dia melakukan pelanggaran yang sangat buruk dan dia hanya tertawa dan malah berkata kalau temanku itu tidak usah bermain sepak bola. Sekarang kudengar dia berhenti menjadi pemain bola karena semua orang di timnya tidak ada yang suka gaya bermainnya. Itu juga salah satu alasanku kenapa aku tidak berminat bergabung dengan klub apapun, karena aku tidak mau mengalami kejadian merepotkan seperti itu lagi.
 “Anu... bisakah kalian mengajakku juga saat berdebat? Aku tidak kebagian berbicara sejak tadi.” Ujar Izumi sambil mengangat tangannya.
“Oh Izumi kau masih di sini?” Jawabku dengan suara datar.
“Apa aku menjadi hantu hanya dalam beberapa menit saja sampai kau tidak menyadari keberadaanku?”
“Kau bukan hantu... kau alien.”
“ITU MASIH BUKAN MANUSIA,” teriak Izumi, lalu bicara lagi dengan suara kesal, “Sebenarnya kalian ingin aku pergi dari sini, kan?”
“Tidak, tidak juga. Tenang saja aku tidak sekejam itu.” Jawabku.
“Hei... memanggil orang lain hantu dan alien itu kau sebut apa?”
Aku mengabaikan pertanyaannya, “Izumi bisa tolong belikan aku Coffe Latte dari Vending Machine di gedung sebelah?”
“Lihat! Kau memang berniat begitu kan? Setelah memanggilku hantu dan alien sekarang kau menyuruhku untuk membelikanmu Coffe Latte.”
“Tidak... Lihatlah aku meminta bantuanmu. Berarti kau masih manusia, kan?” Aku meyakinkannya dengan nada memohon.
“Hmm... Baiklah,” lalu aku memberikan uang padanya.
Izumi lalu menerimanya dan pergi untuk membeli minuman untukku. Dia tidak tahu kalau aku sudah memeriksa semua Vending Machine di sekolah ini sebelumnya dan aku tidak mendapatkan Coffe Latte dan hanya membeli teh.
“Kato. Maaf tidak ada Coffe Latte disana,” ucap Izumi sesaat setelah dia kembali.
“Begitukah? Sebelum aku datang ke kelas aku juga berniat membelinya dan ternyata tidak ada. Kupikir jika kau yang membelinya akan langsung ada,” Jawabku tanpa rasa bersalah.
Mendengar itu Izumi hanya bisa melemah dan tersungkur di lantai tapi aku bisa mendengarnya mengatakan sesuatu.
“Dasar Iblis.
“Hei. Kau baru saja protes karena orang lain memanggilmu hantu dan kau sudah memanggil orang lain dengan sebutan iblis. Dasar hantu pendendam.”
“Kato. Ini tidak akan ada habisnya,” balas Izumi dengan ketus.
“Aku mengerti, maaf. Aku hanya becanda sedikit.”
“Sedikit katamu?”
“Ini sebagai permintaan maafku,” ucapku sambil memberikannya jus kotak yang kubeli saat jam istirahat tadi.
Aku dan Izumi sudah lumayan lama berteman. Jadi, dia sudah cukup mengetahui tentangku. Begitupula denganku, Izumi dan aku sudah sangat akrab akhir-akhir ini. Selagi kami bercanda pun Ayumi hanya mendengarkan dan tidak ikut dalam candaan kami. Walaupun dia ikut ke dalam candaan kami, aku mungkin tidak akan bisa becanda dengannya karena pasti rasa gugup langsung menyelimuti pikiranku. Tapi aku tidak tahu jika si bodoh ini. Mungkin saja dia masih bisa mengatakan hal bodoh walaupun di depan Tuhan.
“Jadi, bagaimana kalau kita sedikit melihat-lihat klub untuk mengisi waktu kosong ini?” tanya Ayumi.
“Kalau begitu bagaimana kalau kita ke ruang guru saja? Disana kita bisa melihat daftar klub di SMA Sumire ini.” Ujar Izumi dengan tersenyum.
“Seperti yang di harapkan dari OSIS yang cekatan,” ucapku dengan wajah terkesan.
Perjalanan ke ruang guru memang butuh waktu sedikit karena jaraknya dengan kelasku lumayan jauh. Sebenarnya aku sangat tidak ingin untuk mengikuti mereka, tapi kalau aku menolak aku akan melihat sesuatu yang tidak ingin kulihat. Dan sesampainya disana kami pun langsung meminta izin pada Guru yang ada di sana untuk mencari klub yang cocok untuk kami di daftar klub.
Sudah beberapa menit Ayumi dan Izumi melihat isi daftar klub itu dan belum juga menentukan klub mana yang ingin mereka ikuti. Sepertinya Ayumi sudah memulai kelelahan saat mencari klub mana yang tepat untuk kami ikuti, mungkin ini kesempatan yang bagus untuk membuatnya menyerah dengan hal ini.
“Benar, kan? Kalau begitu ayo kita sudahi ini dan kembali ke kelas,” ucapku dan segera berjalan menuju pintu keluar.
“Mau kemana kau?” tanya Ayumi sambil menarik tanganku.
“Kembali ke kelas, suasana di sini membuatku mengantuk,” jawabku dengan pura-pura menguap.
Aku tidak akan pernah bisa mengikuti klub apa pun. Aku tidak punya semangat sebesar yang murid lain punya. Belum lagi, aku mudah lelah dan sering mengantuk. Aku juga tidak mungkin bisa bekerja sama dengan anggota klub nantinya. Aku lebih memilih untuk tidak mengikuti klub daripada aku nantinya mendapat masalah yang merepotkan karena tidak berguna di klub.
Sesaat kemudian pintu ruang Guru terbuka. Disana sudah berdiri murid perempuan, “Permisi” ujarnya dan melangkah masuk ke dalam.
Gadis itu terlihat sangat cantik. Rambutnya yang panjang dan berwarna hitam itu terlihat sangat indah. Dia pasti murid tercantik di sekolah ini. Aku juga bisa menebak banyaknya pria yang suka padanya di sekolah ini. Mungkin di lokernya sudah tak terhitung berapa banyak surat cinta yang diletakkan disitu.
“Siapa dia?” Tanyaku pada Ayumi.
“Kau becanda? Dia Yuki Sakura. Dia ada dikelas yang sama dengan kita,” jawabnya dengan berbisik.
Aku hanya mengangguk tanda mengerti dan melihat gadis itu berjalan ke arah Mia-sensei yang sedang memeriksa beberapa lembaran kertas di mejanya. Dia terlihat berbicara dengan wajah serius dengan Mia-sensei. Gadis itu juga seperti sedang memohon akan sesuatu padanya.
Tiba-tiba Mia-sensei melambaikan tangannya pada kami dan memanggil kami, “Kazuki dan kalian juga. Bisa kesini sebentar?”
Kemudian kami pun mendatangi Mia-sensei yang sedang bersama dengan gadis itu.
“Kudengar kalian sedang mencari klub bukan?” Ucap Mia-sensei lalu meletakkan kertas yang tadi di pegangnya ke atas meja.
Ayumi menjawab dengan mengangguk. Dia bicara dengan suara pelan, “Kami sedang melihat daftar klub dan masih belum menemukan klub apa yang ingin kami ikuti. Memang ada apa sensei?”
Mia-sensei terdiam sebentar dan wajahnya menandakan dia sedang memikirkan sesuatu. Lalu dia membuka laci di mejanya dan mengambil sebuah kertas dari dalam laci itu dan menyerahkannya pada Yuki dan berbicara lagi pada kami.
“Yuki-san ingin membuat sebuah klub. Dia memintaku untuk menjadi pembimbing klubnya. Tapi, sekolah memiliki aturan bahwa siapa pun yang ingin membuat klub harus memiliki minimal empat orang anggota pertama. Berhubung kalian sedang mencari klub dan berada di kelas yang sama. Jadi aku menanyakannya pada kalian apakah kalian mau bergabung dengan klub yang mau dibuat Yuki-san. Dengan begitu, kalian sudah mempunyai empat orang dan memenuhi persyaratan untuk membuat sebuah klub.”
“Kalau boleh tau kau ingin membuat klub apa Yuki-san?” Tanya Izumi.
“A... Aku ingin membuat Klub Relawan?” Jawabnya dengan wajah gugup.
Aku sedikit terkejut dengan apa yang Yuki katakan, Izumi dan Ayumi juga terlihat sangat bingung. Kami semua melihat satu sama lain dengan wajah kebingungan. Aku tidak mengerti apa maksudnya Klub Relawan. Terlebih lagi aku juga tidak tahu apa tugas dari klub itu nantinya. Bagaimana bisa bergabung dengan klub yang sama sekali kau tidak mengerti?
Aku memberanikan diri untuk bicara padanya. “Apa yang kau maksud relawan seperti di lembaga-lembaga sosial yang memberikan bantuan tanpa bayaran?”
Dia melihatku dan menatapku dengan wajah serius, “Benar. Aku ingin membuat klub dimana kita akan membantu murid lain untuk menyelesaikan masalahnya. Tentu saja sebelum kita membantunya kita akan mempertimbangkannya dulu agar tidak menjadi masalah yang lebih besar lagi.”
“Sepertinya itu menarik. Benar, kan, Izumi?” Seru Ayumi dan melihat ke arah Izumi.
Sepertinya Ayumi dan Izumi sudah memutuskan untuk bergabung dengan Klub Relawan dengan hanya melihat reaksi mereka. Hanya dengan memikirkannya aku sudah tahu bahwa itu akan menjadi sesuatu yang merepotkan. Banyak sekali murid di sekolah ini dan tentu saja mereka semua memiliki masalah mereka sendiri-sendiri. Belum lagi ada kemungkinan ada sebagian murid yang mengejek Klub Relawan nantinya karena tidak semua orang mempunyai pandangan yang baik tentang orang yang membantu orang lain tanpa dibayar.
Hanya aku saja yang belum menentukan pilihan. Aku ingin sekali menolaknya. Tapi, bila aku menolaknya waktuku bersama dengan Ayumi dan Izumi akan menjadi sangat sedikit dan kami akan jarang sekali bertemu. Seberapa kuatnya aku ingin menolaknya, rasa akan kesepian mengalahkanku.
“Aku tahu Ayumi dan Izumi sudah setuju bergabung. Aku juga akan bergabung bila kau menjelaskan lebih rinci lagi tujuan kau membuat klub itu,” tanyaku.
Yuki terdiam sebentar dan berkata lagi dengan suara lembut, “Sederhana sekali. Aku hanya ingin membantu orang lain menyelesaikan masalah yang tidak bisa mereka selesaikan sendiri agar mereka tidak menyesalinya suatu saat nanti.”
Aku hanya tersenyum dan melihat ke arah Izumi dan Ayumi yang juga tersenyum. Aku tidak menyangka bahwa masih ada orang yang mau melakukan hal merepotkan seperti itu. Dan semua itu adalah hal yang selama ini aku ingin lakukan tapi aku tidak bisa melakukannya dan aku berakhir dengan penyesalan selama ini.
“Kau yakin kau bisa memegang semua perkataanmu?” Tanyaku.
“Tentu saja,” Jawabnya dengan wajah penuh keyakinan.
“Baiklah. Aku akan bergabung.”
“Tidak kusangka aku bisa mendengar kata itu dari Kato,“ ucap Izumi dengan nada meledekku lalu merangkul pundakku.
“Diamlah hantu.”
Aku sama sekali tidak melihat sedikitpun keraguan pada mata Yuki ketika memberitahu alasan membuat klub ini. Aku juga tidak tahu apa ada maksud tersembunyi atau tidak pada ucapannya itu. Aku hanya memikirkan bahwa aku ingin membantu orang lain agar tidak menjadi sepertiku, karena aku tahu rasanya hidup dalam penyesalan itu tidak ada bedanya dengan mati.
“Terima Kasih Kazuki-kun. Terima kasih semuanya,” ucap Yuki sambil membungkukkan badannya.
“Baiklah. Cepat tulis namamu pada formulir itu. Aku yang akan menjadi pembimbing klub kalian,” ujar Mia-sensei.
“Sepertinya kita akan lebih sering bersama.” Ucap Izumi dengan suara keras dan wajah yang bersemangat.

 “Baru kali ini kau benar,” balasku dan di iringi tawa kami semua.

- Copyright © Yorozuya Blog (万事屋ブログ) - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -