Recent post
Archive for November 2016
Aku berjalan menuju kamarku sehabis
mandi dan mendengar ada suara seperti seseorang sedang mengetuk pintu kamarku
dengan sangat keras. Ternyata setelah kulihat itu hanya Kakakku yang sepertinya
ingin membangunkanku.
“KATO! BANGUNLAH! INI SUDAH PAGI!”
Aku hanya menghela nafas melihatnya “Hei
bodoh. Aku disini! Lakukan itu lagi dan kau akan benar-benar merusak pintu
kamarku.”
Kakakku melihat ke arahku dan langsung
menunjukan wajah yang sangat terkejut, mirip seperti pencuri yang ketahuan saat
sedang melakukan aksinya. “Ehh... Kau sudah bangun? Kukira kau masih tidur.”
Aku tidak menjawabnya dan langsung
berjalan melewati kakakku. “Menyingkirlah, kau menghalangi jalanku.”
Dia hanya melihat ke arahku dengan
tatapan yang aneh saat aku melewatinya untuk masuk ke kamarku.
“Apa kau mengompol?”
“Seperti biasa khayalanmu sangat luar
biasa. Tapi, khayalan tetaplah khayalan.” Balasku dan langsung menutup pintu
kamarku.
Aku segera memakai seragamku, karena hari
ini masih belum waktuya libur jadi aku masih harus ke sekolah, dan juga masih
ada sesuatu yang harus kuselesaikan disana. Setelah selesai aku langsung turun
untuk sarapan sebelum berangkat. Dan sesaat aku sampai di ruang tamu, aku
melihat kakakku sedang duduk di sofa sambil meminum kopi kesukaannya. Aku
menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Aku mengambil beberapa roti dan juga
selai yang berada di dekatnya sebagai menu sarapanku hari ini.
“Bagaimana dengan klubmu?”
“Merepotkan.”
“Begitukah? Ayumi-chan bilang klubmu sudah menerima tugas untuk menyelesaikan suatu
masalah. Apa benar?”
“Kau yang merekrut Ayumi atau Ayumi sendiri
yang mencalonkan dirinya untuk menjadi anak buahmu?”
“Jangan balik bertanya.”
“Hn, Itu benar.” Aku membalasnya
sambil memakan sarapan yang kubuat.
“Hmm... Lalu apa masalahnya?”
“Aku tidak bisa menjelaskannya secara
rinci, tapi yang menjadi intinya adalah rasa tidak puas atau bahkan takut
dengan kenyataan yang diterimanya.”
“Jadi begitu...”
“Itulah kenapa aku bilang ini sangat
merepotkan.”
“Walaupun begitu, kau pasti tetap akan
menyelesaikannya, kan?”
“Entahlah, tapi yang pasti kami akan
berusaha sekuat tenaga.” Walaupun itu
sangat melelahkan.
Aku tidak bisa berkonsentrasi untuk
menyantap sarapanku, selalu saja masalah itu yang terlintas di pikiranku. Misalkan
aku boleh memilih, aku lebih suka tetap berada di sini walaupun ada orang bodoh
bersamaku daripada mencampuri urusan orang lain.
“Kato, aku akan memberikan sedikit
saran yang mungkin bisa membantumu memecahkan masalah ini.”
“Aku harap itu saran yang bermanfaat.”
“Kau bisa membuktikannya sendiri
nanti. Dengar, untuk menyelesaikan masalah yang menyangkut perasaan seseorang
itu tidaklah semudah membalikan telapak tangan.”
“Kalau itu aku juga tahu.”
“Karena itulah, satu-satunya cara
untuk menyelesaikannya hanya bisa dengan memaksa orang itu untuk menerima
kenyataan apapun yang akan dihadapinya.”
Setelah mengatakan itu Kakakku bangkit
dan berjalan kearah dapur untuk menaruh gelas yang dipakainya untuk meminum
kopi. Aku pikir itu bukan saran yang buruk untuk orang selevel Kakakku.
“Tidak biasanya kau memberikan saran
yang bagus, apa ada sesuatu yang mengganjal di otakmu?”
Kakakku terdiam sebentar sebelum
kembali melanjutkan langkahnya dan tidak lama dia kembali dengan membawa pisau
sambil tersenyum. Aku bisa merasakan senyumannya itu penuh dengan ancaman. “Katakan
lagi, dan aku pastikan benda ini akan mengganjal di kepala mu.”
Aku tidak bisa mengeluarkan satu
katapun dari mulutku, jika aku salah berbicara, bisa saja perjalanan hidupku di
dunia ini akan berakhir dengan sekejap. Setelah selesai sarapan aku langsung
menuju ke arah pintu depan dan memakai sepatuku. Walaupun bisa dibilang ini
masih cukup pagi untuk berangkat ke sekolah.
“Aku berangkat.” Ucapku sambil membuka
pintu.
“Hati-hati, dan jangan lupakan saranku
tadi!” Suara Kakakku terdengar dari ruang tengah.
“Aku mengerti.” Aku langsung menutup
pintu dan mulai melangkahkan kakiku. Di perjalanan, pikiranku hanya di penuhi
dengan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah ini. Ini membuatku melupakan
semua yang ada di sekitarku.
Masalah
utama dari kasus ini adalah gadis yang menyukai Yamori ini. Dari surat yang
kemarin di beritahukan Shiranami-Senpai, aku bisa menebak bahwa gadis ini pasti
sudah lama mengincar Yamori. Dan mungkin Yamori mengetahui siapa gadis tersebut.
“Kazuki-kun, selamat pagi. Aku tadi datang ke rumahmu karena ingin
mengajakmu untuk berangkat bersama, tapi Kak Touma bilang kau baru saja
berangkat. Jadi, aku langsung menyusulmu secepatnya. Dan juga, tidak biasanya kau
bangun cepat dan berangkat sepagi ini.”
Apakah
Yamori mengetahui perasaan gadis itu dan menolaknya karena lebih menyukai
Shiranami-Senpai? Atau dia masih belum mengetahui apa-apa tentang perasaan
gadis itu?
“Kazuki-kun!” Seru seseorang sambil menepuk bahuku. Dan setelah kulihat ternyata
orang itu adalah Ayumi. “Apa yang kau lamunkan? Sepertinya sangat penting sampai
membuatmu tidak menghiraukanku.”
“Ayumi kah? Aku sempat mengira kau itu
Izumi yang ingin mengejutkanku.”
Raut wajah Ayumi langsung berubah
menjadi cemberut. “Kau belum menjawab pertanyaan dariku. Apa kau selalu seperti
ini?”
“Maaf, tadi aku hanya sedang
memikirkan sesuatu.”
“Apa yang kau pikirkan?”
“Apa lagi memangnya, tentu saja
tentang masalah yang kita terima.”
“Kazuki-kun, sepertinya kau mulai bersemangat dengan hal ini.”
“Aku? Bersemangat? Itu adalah 1 dari
semua hal yang tidak mungkin terjadi di dunia ini.”
Mendengarku mengatakan hal itu membuat
Ayumi tersenyum kecil yang sangat manis saat kulihat.
“Jadi, apa kau sudah menemukan jalan keluarnya?”
“Masih belum, Pertama-tama aku ingin
bertemu dengan seseorang yang bernama Yamori itu. Mungkin setelahnya aku bisa
menemukan jalan keluarnya.”
“Apa yang ingin kau bicarakan
dengannya?”
“Hanya beberapa hal yang menyangkut
kasus ini.”
Ayumi terlihat bingung mendengarnya,
tapi aku tidak menjelaskannya lebih rinci lagi karena nanti juga dia akan
mengetahuinya. Mengatakannya 2 kali akan sangat melelahkan.
Kicauan burung di pagi hari yang
menemani langkah kami menuju ke sekolah terasa sangat menenangkan, tapi
sepertinya suasana ini tidak akan berlangsung lama. Karena, awan gelap sudah
mulai menyelimuti langit pagi yang seharusnya cerah ini. Aku dan Ayumi
mempercepat langkah kami agar bisa sampai sebelum hujan turun. Kami sampai di
sekolah bersamaan dengan hujan yang mulai membasahi bumi. Kami segera menuju ke
kelas kami berada. Aku penasaran apakah Izumi sudah datang apa belum. Sesaat
setelah kami sampai di kelas dan memasukinya, terlihat senyuman bodoh Izumi
yang menyambut kami.
“Yo pasangan paling mesra di SMA
Sumire, semakin dekat saja kulihat.”
“Yo hantu kepala kosong, seperti biasa
ucapanmu itu bodoh sekali.”
“Aku mengatakan hal yang baik kepadamu
tapi kau malah membalasnya dengan hal yang buruk.” Protes Izumi.
“Aku mengatakan fakta tentangmu, kan?”
“Terserah kau saja, aku tidak pernah mengerti
dengan jalan pikiranmu Kato.”
“Itulah yang kumaksud. Pasti karena
kepalamu kosong, kan?”
“Kato, karena di luar sedang hujan...
Bagaimana kalau kita berkelahi di sini saja!?”
Aku tidak menghiraukannya dan hanya
tersenyum puas saat melewatinya untuk duduk di tempatku. Ayumi yang tadinya
berada disebelahku juga segera menempati tempat duduknya. Dan yang aneh disini
adalah Yuki yang tidak ada disini tapi tasnya ada di mejanya.
“Izumi, apa kau melihat Yuki?”
Tanyaku.
“Hmm? Saat aku datang aku hanya
melihat tasnya saja.”
“Begitu, ya”
Aku pikir dia paling ke ruang guru
karena ada sesuatu yang harus di lakukannya, jadi aku tidak terlalu
memikirkannya. Aku melihat keluar jendela dan dapat kulihat banyak murid yang
datang ke sekolah dengan menggunakan payung. Kalau hujan tidak berhenti juga
sampai pulang sekolah nanti aku bisa kerepotan, karena aku tidak membawa
payungku. Selagi aku memikirkan nasibku nanti, Yuki masuk ke kelas dengan
terburu-buru dan menghampiri kami.
“Kau kenapa? Apa kau baru saja melihat bangsa
Izumi?” Tanyaku dan langsung disambut oleh Izumi. “Apa yang kau maksud bangsa
Izumi itu, Kato?”
Dia mengambil nafas sejenak karena
sepertinya dia sudah berlari cukup jauh.“Aku... tidak habis melihat bangsa
Izumi.”
“Sudah kubilang, apa yang kau maksud
dengan bangsa Izumi itu!?” Izumi terlihat semakin kesal.
“Lalu, kau darimana saja sampai
kembali kesini dengan terburu-buru seperti itu?” Lanjut tanyaku.
“Aku baru saja dari kelas 2-B setelah
menerima pesan dari Shiranami-Senpai.
Mendengarnya mengatakan itu membuat
perasaanku menjadi tidak enak, Dan itu semua terbukti.
“Gadis yang menyukai Yamori-San, melakukan hal yang buruk kepada
Shiranami-Senpai dengan
memcoret-coret mejanya dan menulis kata Perempuan
Jalang di papan tulis dan membuat kelas menjadi sangat berantakan.”
Lanjutnya.
“Hoi, hoi, yang benar saja.”
“Sepertinya dia sudah di butakan oleh
perasaannya.” Seru Izumi.
Ayumi yang sejak tadi diam mulai
mengeluarkan suaranya. “Kita harus bertindak secepatnya.”
“Itu benar, tapi bagaimana caranya?”
Balas Yuki.
Aku melihat jam tanganku dan setidaknya
kami masih punya waktu 45 menit sebelum pelajaran di mulai. “Sepertinya masih
sempat. Ayo kita ke kelas 2-B sekarang.”
Kami pun langsung bergegas ke sana. Saat kami
sampai keadaannya memang sangat kacau dan berantakan seperti yang dikatakan
oleh Yuki tadi. Setelah melihat sekeliling kami mendapati Shiranami-Senpai sedang duduk sambil menangis dan
Naomi-Senpai berada tepat di sampingnya. Kami pun
menghampirinya. Dan saat melihat kami datang, dia langsung menyeka air matanya.
“Kazuki-Kun, tolong bantu aku selesaikan masalah ini secepatanya.” Dia
memegang tanganku.
“Aku memang berniat begitu, lalu apa
orang yang bernama Yamori itu ada disini?”
“Sejak tadi dia tidak muncul disini.”
Aku pikir kehilangan jejak Yamori akan
semakin merepotkan, jadi kuputuskan untuk bertanya kepada semua orang disini
kemana Yamori pergi. Dan akhirnya ada seseorang yang mengetahuinya.
“Aku tadi melihat Yamori-Kun, sepertinya dia sedang terburu-buru
dan pergi ke arah belakang sekolah.”
“Benarkah? Kalau begitu terima kasih
banyak.” Balasku.
“Ayo sekarang kita kesana.” Yuki
langsung melangkahkan kakinya tapi terhenti karena aku menahannya.
“Tidak tunggu dulu, biar aku saja yang
kesana dan menemuinya. Kalian disini saja membantu Shiranami-Senpai dan yang lainnya membereskan
kekacauan disini. Lalu, jika jam pelajaran sudah dimulai dan aku belum juga
kembali, kalian kembalilah ke kelas duluan dan bilang kepada guru yang mengajar
kalau aku sedang berada di UKS”
“Tapi, Kazuki-Kun...” Ucap Ayumi tapi segera aku potong. “Tidak apa-apa, kau
tenang saja.”
Ayumi terlihat terpaksa menerimanya.
“Baiklah, kami percayakan kepadamu Kazuki-Kun.”
Aku membalasnya dengan anggukan.
“Kato, aku akan ikut denganmu. Siapa
tahu saja, aku bisa berguna disana nanti.”
Ucap Izumi.
Aku tersenyum mendengarnya dan
membalas ucapannya. “Baiklah, akan aku pastikan kau berguna disana.” Kemudian
aku segera berlari ke arah belakang sekolah dengan di ikuti Izumi karena kami
sudah tidak punya banyak waktu lagi. Aku sudah tidak peduli lagi kalau sampai
di tegur karena sudah melanggar peraturan untuk tidak berlari di lorong. Aku
hanya ingin ini segera berakhir. Aku dan Izumi kembali berjalan dengan biasa,
karena ada beberapa bagian lantai yang sedikit basah karena hujan. Saat aku dan
Izumi hampir sampai, kami melihat ada seseorang yang berlari ke arah kami dari
depan.
“Hey, jangan berlari disini. Kau bisa
jatuh nanti!” Tegur Izumi.
Tapi dia tetap berlari dan melewati
kami. Aku sempat menyadari satu hal saat dia melewati kami tadi. Dia menangis. Izumi terlihat kesal
karena di abaikan oleh gadis itu. Dan pemikiran itu terlintas begitu saja di
kepalaku dan aku tidak ingin menyia-nyiakannya.
“Izumi, ikuti gadis itu dan terus
awasi dia.”Seruku.
“Eh? Memangnya kenapa?”
“Lakukan saja, bukankah kau bilang
ingin bisa berguna untuk menyelesaikan masalah ini?”
“Benar juga, aku tidak bisa menarik
kembali kata-kataku. Kalau begitu, akan kutunjukan tekad dari pria sejati.”
“Terserah saja, yang penting jangan sampai kau ketahuan. Dan
tunggu perintahku selanjutnya.” Lalu Izumi bergegas mengejar gadis tadi dan aku
melanjutkan pergi ke belakang sekolah.
Sepertinya aku sedikit terlambat, karena
saat aku sampai disana hanya ada Yamori yang sedang bersandar di dinding dengan
wajah yang suram. Dan jika tebakanku benar, gadis yang berlari tadi adalah
penyebab masalah yang merepotkan ini. Saat aku berjalan ke arahnya dia
mendengar suara langkahku yang menginjak genangan air dan menyadari kehadiranku.
“Kau Yamori-Senpai, benarkan?” Tanyaku.
“Benar, darimana kau tahu namaku? Tidak, yang lebih
penting kau siapa dan ada urusan apa denganku?”
“Aku anggota dari Klub Relawan.”
“Klub Relawan? Aku tidak pernah mendengarnya.”
“Klub ini baru saja dibuat, dan juga
tugas utama dari Klub ini adalah membantu murid yang mempunyai masalah tapi
tidak bisa menyelesaikannya sendiri.”
“Membantu menyelesaikan masalah, ya?
Jadi, apa kau menemuiku karena ingin menyelesaikan masalah seseorang yang
berkaitan denganku?”
“Kau cukup tanggap juga. Itu benar
sekali, dan orang yang meminta kami membantu menyelesaikan masalahnya
adalah...”
Belum sempat aku menyelesaikan perkatanku, dan dia sudah
memotongnya. “Shiranami Shizuku, benar?”
Dia mengatakan nama Shiranami-Senpai dengan tertunduk sambil bersandar
di dinding. Aku bisa mengerti perasaannya yang pasti sangat kacau saat ini.
Setelah di tolak oleh Shiranami-Senpai
dan juga sekarang dia merasa bersalah atas kekacauan yang terjadi di Kelas 2-B
karena kecemburuan gadis yang menyukainya. Kalau dipikirkan ulang, penyebab
masalah yang merepotkan ini sebenarnya adalah Yamori-Senpai. Hujan yang semakin lebat ini sangat sesuai dengan
perasaannya sekarang. Aku melihat ke arah jamku, hanya tersisa waktu 20 menit
lagi. Aku mengambil ponsel yang ada di saku celanaku dan mengirimkan beberapa
pesan kepada yang lainnya.
“Karena kau sudah mengetahuinya, aku
rasa tidak perlu mengatakan lagi inti dari masalah ini. Jadi, apa kau mau
berkerja sama dengan kami untuk menyelesaikan masalah ini?” Ujarku.
Tidak ada jawaban yang keluar dari
mulutnya, hanya terdengar suara dari air hujan yang menyentuh tanah dan atap
yang berada di atas tempat kami berdiri sekarang.
“Aku hanya menawarkan cara agar
masalah ini bisa cepat selesai, dan tidak ada lagi yang menderita karena takdir
dan kenyataan yang dihadapinya berbeda dengan yang di inginkannya.”
Setelah mengatakan hal yang sedikit
kasar tersebut, aku bisa melihat Yamori mengeritkan giginya. “Apa kau
mengejekku? Apa kau pikir aku tidak bisa menerima kenyataan yang pahit itu,
hah!? Karena kau mengetahui hal itu jangan pikir kau bisa mengerti dengan apa
yang kurasakan!”
Kak,
sepertinya saran yang kau berikan itu memang benar. Sangat merepotkan
menyelesaikan masalah yang menyangkut
perasaan seseorang.
“Senpai...
Apa kau pikir hanya kau saja yang pernah merasakan perasaan itu? Apa kau tidak
pernah melihat orang yang berada di sekitarmu? Apa kau tidak pernah memikirkan
perasaan Shiranami-Senpai ataupun
gadis yang menyukaimu itu?”
“Apa kau bilang!? Jangan
membuatku sampai menghajarmu Anak baru.” Tangannya mengepal sangat
kuat seperti sudah siap untuk melayangkan tinjunya ke arahku.
“Apa aku salah? Atau kau hanya ingin menghindari
kenyataan itu? Kalau kau pikir semua kenyataan itu manis kau benar-benar salah.
Karena tidak selamanya kenyataan itu manis, setidaknya kau pasti akan merasakan
sedikit pahitnya kenyataan itu.”
“Kau mengatakan hal itu seolah-olah
sudah pernah merasakannya. Apa kau pikir dengan bertingkah seperti...”
“Aku sudah pernah merasakan perasaan
yang menyakitkan itu, jauh sebelum kau mengetahui bagaimana rasanya. Jangan kau
pikir usia bisa menentukan kapan kita akan merasakan hal itu.” Potongku.
“Kau... !!” Dia menghampiriku dan
ingin menghajarku.
“Hentikan!” Setelah mendengar
seseorang mengucapkan itu gerakan Yamori terhenti. Aku melihat ke arah
datangnya suara itu, dan melihat Ayumi bersama yang lainnya berjalan
menghampiri kami. Shiranami dan Naomi terlihat mengikuti di belakang mereka,
dan juga gadis yang kulihat di lorong bersama Izumi tadi ada dengan mereka. Timingnya pas sekali. Yamori terkejut
melihat Shiranami dan gadis yang menyukainya itu ada disini.
“Yo, Kato. Apa kau tidak apa-apa?”
Izumi meghampiriku dan menepuk pundakku.
“Mendengarmu mengkhawatirkanku, rasanya sedikit menjijikan.”
“Aku harap kau tadi terpukul saja
olehnya.”
Mendengarnya mengatakan hal itu
membuatku sedikit kesal dan memukul kepalanya. “Harapanmu di tolak, kau yang
akan terpukul.”
“Aku sudah kena pukul darimu!! Dan
juga kenapa kau yang mengabulkan
harapanku!?” Ucapnya sambil memegang
kepalanya yang kena pukul olehku.
Aku mengabaikannya dan melihat ke arah
gadis itu. Dia juga melihatku sebentar sebelum akhirnya mengalihkan
pandangannya ke arah lain.
“Kazuki-Kun, setelah ini apa yang akan kau lakukan?” Tanya Ayumi.
“Setelah ini terserah kepada mereka
bertiga, apakah mereka ingin semua ini berakhir dengan damai atau malah
sebaliknya.”
“Shiranami... dan juga Fuuka? Apa yang
kalian lakukan disini?” Yamori merasa ada sesuatu yang janggal disini.
“Aku yang meminta mereka untuk datang
kesini dengan bantuan para anggota Klub Relawan. Karena masalah ini hanya bisa
di selesaikan dengan kalian bertiga menerima kenyataan yang sebenarnya,
sekalipun itu kenyataan yang menyakitkan.” Jelasku.
Aku dan yang lainnya memberi
kesempatan bagi mereka untuk mengungkapkan isi hati mereka masing-masing. Aku
pun beranjak ke tempat yang sedikit jauh dari mereka bertiga dan bersandar pada
dinding sambil mendengarkan mereka.
Shiranami berjalan beberapa langkah ke
arah Yamori sebelum akhirnya berhenti dan mulai bicara. “Yamori-kun, aku sangat merasa bersalah telah
menolak perasaanmu, tapi tetap saja aku tidak bisa menerimanya. Aku yang
sekarang tidak akan bisa menjalin hubungan dengan siapapun, aku sudah
memutuskan untuk fokus pada pendidikan untuk masa depanku nanti. Aku menolakmu
bukan karena aku tidak suka padamu ataupun aku menganggapmu sebagai pengganggu,
hanya saja aku tidak ingin terobsesi dengan hal yang lain. Karena kau sudah
menjadi temanku sejak lama dan selalu mendukungku dari belakang... karena
itulah aku lebih menyukai Yamori-Kun
yang biasanya, karena aku tetap bisa tertawa bersama denganmu sebagai teman.
Jadi, jangan biarkan hal itu membuatmu kehilangan dirimu yang sebenarnya.”
“Shiranami... Aku tidak tahu kau
menganggapku seperti itu. Mendengarmu mengatakan hal itu sedikit membuatku
bahagia. Sepertinya yang di katakan oleh Anak
baru itu memang benar. Aku tidak pernah memikirkan apa yang orang lain
rasakan. Jadi, maafkan aku telah membuat banyak masalah untukmu, Shiranami.”
Sebelum menjawabnya Shiranami mundur beberapa langkah dari tempatnya tadi,
kemudian dia mengangguk dan tersenyum kepadanya.
Sekarang giliran Fuuka yang
menyampaikan isi hatinya. Dia hanya diam dan menatap ke arah luar yang sedang
turun hujan. Yamori pun menghampirinya dan berhenti tepat di depannya.
“Fuuka... Apa ada sesuatu juga yang
ingin kau sampaikan padaku?”
“Aku tidak bisa memikirkan apapun
untuk ditanyakan padamu. Setelah mendengar Shiranami mengatakan hal itu,
pemikiranku tentangnya langsung berubah seketika. Aku sudah melakukan banyak
kesalahan dengan membuatnya menderita. Mataku sudah di butakan oleh perasaanku
padamu, aku jadi tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah. Sekarang aku
sudah mengetahuinya, bahwa semuanya hanyalah kesalahpahaman belaka. Aku sudah
menyimpan perasaan ini sejak lama, karena aku sangat ingin bersamamu. Setiap
saat yang terpikirkan hanya kau, sampai saat aku mendengar gosip yang tersebar
jika kau sudah menyatakan perasaanmu padanya. Saat itu aku tidak bisa berpikir
dengan jernih lagi. Perasaanku sangat kacau dan berantakan, aku sangat takut
kalau harapanku untuk bisa bersamamu hilang. Dan aku melakukan banyak cara
untuk membuat Shiranami menjauhimu. Tapi, setelah aku mendengar ucapan anggota
Klub Relawan itu sekarang aku bisa menentukan pilihan yang tepat untukku.”
Yah, aku memang mengatakan kepada
mereka lewat pesan tadi untuk bersembunyi di lorong saat aku sedang berbicara
dengan Yamori, dan membawa Shiranami dan yang lainnya agar mereka bisa
mendengar pembicaraan kami.
“Aku memutuskan untuk menyatakan perasaanku
kepadamu untuk yang terakhir kalinya. Dan apapun jawaban yang kau berikan, aku
akan berusaha menerimanya.”
Dia terdiam sejenak dan mengambil
nafas sebelum mengatakannya kepada Yamori. Aku pikir keputusan yang diambilnya
cukup tepat untuk situasi ini.
“Jadi, Yamori-Kun. Aku sudah sejak lama menyukaimu, maukah kau menerimaku menjadi
pacarmu?”
“Terima kasih, Fuuka. Tapi sekarang
aku tidak bisa melakukannya.”
Dia menahan tangisnya dan menunduk. “Aku
mengerti Yamori-Kun, terima kasih
sudah mau mendengarkan permintaanku.”
“Aku tidak bisa melakukannya
sekarang... karena sekarang aku masih belum pantas untuk menjadi pasangan
untukmu. Aku yang sekarang pasti tidak bisa membahagiakanmu. Jadi, maukah kau
menungguku?”
Aku tidak menyangka bisa melihat
adegan drama seperti itu disini. Fuuka, yang sejak tadi kutahu sedang menahan
tangisnya agar tidak keluar sudah tidak bisa membendung air matanya lebih lama
lagi.
“Hn, aku akan menunggumu.” Ucapnya
dengan senyum yang dihiasi dengan air matanya.
Aku dan yang lainnya merasa sedikit
lega, karena berhasil membantu menyelesaikan masalah ini. Kasus yang panjang Pikirku. Dan tidak lama bel masuk sudah
berbunyi, kamipun segera bergegas kembali ke kelas masing-masing.
“Saat aku ingin melangkahkan kakiku,
Yamori mengatakan sesuatu. “Hey Anak
baru, kau belum mengatakan namamu.”
Aku hanya sedikit memalingkan wajahku
ke arahnya, “1-B, Kazuki Kato.” Lalu, aku melanjutkan langkahku yang terhenti.
Dijalan menuju kelas Aku juga bertanya kepada Ayumi tentang keadaan dikelas
Shiranami-Senpai, dan dia bilang
kalau semuanya sudah kembali seperti semula. Aku melihat ke arah luar jendela,
dan hujan yang sejak tadi turun sudah mulai reda dan perlahan-lahan cahaya
mentari terlihat dari celah-celah awan.
Hujan
pun tidak lama akan menghilang dan berganti dengan hangatnya sinar matahari.
Masalah juga seperti itu, pada awalnya memang membuat semuanya terlihat suram,
tapi pada akhirnya itu bisa saja menjadi hal yang baik.
Aku rasa untuk sementara waktu aku bisa
beristirahat. Aku sangat lelah. Dan pada akhirnya aku bukannya menuju ke kelas
tapi malah ke UKS dan beristirahat disana. Ayumi dan yang lainnya mengizinkanku
untuk beristirahat dan mereka yang akan mengatakannya kepada guru. Aku tidak
butuh waktu lama untuk terlelap dalam mimpi karena rasa lelah ini.
Dan saat aku bangun ternyata hari
sudah berganti sore. Aku bangkit dan melihat ke sekeliling, dan melihat Ayumi
sedang berdiri di dekat jendela sambil bersenandung. Dia melihat ke arahku dan
tersenyum, aku pun berdiri dan menghampirinya.
“Kenapa kau masih disini?” Tanyaku
saat sudah di depannya.
Senyumannya tidak lepas dari wajahnya.
“Apa tidak boleh?”
“Entahlah, jadi bagaimana dengan para Senpai?”
“Mereka semua tadi datang ke ruang
klub dan mengatakan terima kasih banyak kepada kita.”
“Begitukah?”
“Dan juga mereka sangat berterima
kasih kepadamu, karena perkataanmu yang tadi sudah menyadarkan mereka.”
“Itu semua hanyalah kata-kata biasa.”
“Memang menurutmu begitu, tapi bagi
mereka itu lebih dari sekedar kata-kata.”
“Yah... kalau memang begitu aku
sedikit senang mendengarnya.”
“Memang harusnya begitu.”
Sinar matahari sore yang menyinari
ruangan ini membuat senyum Ayumi menjadi lebih indah.
“Sepertinya kita bisa bersantai untuk
sementara waktu.” Ucapku.
“Mungkin saja, tapi kita harus selalu
siap untuk menerima tugas baru. Dan Kazuki-Kun
harus bersiap menyelesaikannya.”
“Yang benar saja, beri aku istirahat.”
Setelah beberapa saat kami memandang
matahari terbenam dari ruangan UKS, kamipun beranjak pulang ke rumah. Di
perjalanan aku dan Ayumi hanya membicarakan hal-hal yang biasa. Dan setelah
sampai kami langsung berpisah dan masuk ke rumah masing-masing. Sesaat setelah
aku masuk dan berjalan ke arah kamarku di lantai 2, kakakku melihatku dan
mengikutiku ke atas.
“Selamat datang sayang, kau mau mandi
atau mau makan malam dulu? Atau kau mau A..K..U?”
“Hentikan leluconmu bodohmu itu,
sekarang aku sangat lelah.”
“Dasar Kato bodoh, harusnya kau
menjawabnya dengan benar.”
Aku
dibilang bodoh oleh orang yang bodohnya sudah melebihi batas normal.
“Aku tidak mau mendengar hal itu
darimu.”
“Lalu, bagaimana dengan masalah yang
diterima Klub Relawan?”
“Sudah selesai, walaupun itu sangat
merepotkan.”
“Bagaimana dengan saranku? Apa kau
melakukan yang kukatakan?”
“Berbahagialah, karena saranmu itu
sedikit membantuku untuk menyelesaikannya.”
“Hehe, jangan pernah meremehkan
kakakmu ini.”
“Ya, ya, aku mau istirahat dulu
sebentar sebelum mandi. Jadi, bisakah kau tidak menggangguku untuk saat ini?”
Ucapku sambil membuka pintu kamarku.
“Aku akan menemanimu tidur, dengan
begitu kau bisa...”
Aku sudah bisa menebak apa yang ingin
dikatakan olehnya, akupun langsung memotongnya cepat. “Tidak terimakasih.” Dan
langsung menutup pintu kamarku.
Kalau dia dibiarkan berkeliaran
dikamarku saat aku tidak sadar, pasti akan terjadi hal-hal aneh karena ulahnya.
Kalau begitu, aku jadi tidak bisa istirahat dengan tenang. Akupun langsung
menjatuhkan tubuhku ke kasur dan melemaskan semua otot ditubuhku. Aku sudah
lama tidak merasakan rileks seperti ini, karena sekarang aku jarang merasa sangat
lelah. Setelah beberapa menit aku tiduran, suara kakakku terdengar dari balik
pintu kamarku dan dia mengetuknya.
“Kato, sampai kapan kau mau tidur? Kau
harus mandi dan setelah itu kita akan makan malam.”
“Baiklah, aku mengerti.” Aku
menjawabnya dengan masih tiduran dikasurku.
“3 detik pintu itu belum terbuka, kau
akan melihat sesuatu yang akan membuatmu memohon agar tidak pernah melihatnya.
Satu...”
Aku langsung bangkit dan berlari ke
arah pintu dan membuka pintu kamarku, dan aku melihat kakakku berdiri disana dengan
tersenyum puas. Dengan perasaan panik yang masih terasa aku langsung beranjak
ke kamar mandi dan melewatinya.
“ Lain kali, aku akan meminta Ayumi
yang bilang seperti itu kepadamu.”
Aku berhenti dan membalikan badanku.
“Jangan membuat Ayumi melakukan hal yang aneh. Kepolosannya bisa saja tercemar
oleh sifat bodohmu.”
“Kau ingin aku meracuni makan malammu
nanti?”
Aku tidak mendengarkannya dan langsung
bergegas ke kamar mandi, dan bersiap untuk makan malam. Setelah mandi, aku
langsung menuju ke ruang tengah dan melihat kakakku sedang menata makanan
dimeja. Aku menghampirinya untuk makan malam bersamanya. Setelah makan malam,
aku hanya menonton tv sebentar karena ada acara yang sedikit menarik, setelah
itu aku langsung menuju kamarku untuk tidur dan melepas semua rasa lelah yang
ada dibenakku.
Kemarin, aku menceritakan masa laluku
kepada Ayumi dan meluapkan semua rasa sakit di hatiku kepadanya. Dan karena dia
juga aku jadi bisa sedikit melupakan kenangan-kenangan kelamku di Tokyo dengan kehangatan yang di
berikannya. Aku terkejut karena dirinya tiba-tiba datang kesini dan ingin
membuatku kembali menjadi seperti saat aku berada di masa-masa SMP-ku dulu
lagi. Tapi, aku tidak mengerti dengan apa yang ada di pikirannya. Padahal saat
di SMP aku tidak begitu mengenalnya atau bisa di bilang memang tidak
mengenalnya. Namun, berkat dialah aku jadi bisa sedikit merasakan hangatnya
kebahagiaan yang sudah lama tidak dapat kurasakan lagi semenjak insiden itu.
Baru beberapa jam rasanya aku tidur,
tapi ternyata sudah pagi lagi. Kehidupan malamku berlalu sangat cepat. Dan pagi
ini juga aku disambut dengan sinar mentari pagi dan kicauan para burung.
“Haaahh, Semoga hari ini menjadi hari
yang tidak merepotkan dan tenang bagiku” Ucapku seraya berdoa
Tiba-tiba Kakakku masuk ke dalam
kamarku dengan wajah bodoh. “Seperti biasa, doamu itu hanya tidak ingin
terlibat dengan semuanya.”
Aku bangun dari tempat tidurku,
berjalan melewatinya, dan berhenti sebentar untuk mengucapkan sesuatu dalam
hatiku. Tepat sekali. Aku juga tidak
ingin terlibat denganmu. Aku menoleh ke Kakakku sebentar sebelum aku
melangkah lagi.
“Itu tidak bisa, karena mau
bagaimanapun kita sudah terikat dengan hubungan Sedarah ini.”
DASAR
PENYIHIR!!!!! DIA BISA MEMBACA PIKIRANKU!!!! Hubungan sedarah.......
Menakutkan!
Ah, biarlah, mungkin saja itu hanya
kebetulan ucapannya seperti itu. Aku berjalan lagi menuju kamar mandi. Di dalam
kamar mandi aku masih mengingat kejadian kemarin. Saat Ayumi mulai memelukku
dan membiarkan aku tidur dipangkuannya. Sekarang aku baru sadar kalau itu
sangat memalukan. Aku tidak percaya kalau aku bisa melakukan itu semua.
Setelah selesai mandi aku hanya
sarapan dengan roti dan telur. Sedangkan Kakakku hanya minum kopi. Mungkin
karena itu dia menjadi bodoh, karena asupan nutrisinya di pagi hari hanya di
dapatkan dari biji-biji kopi itu. Aku tidak tahu itu anugerah atau apa pun itu.
Tapi dia tetap kakakku. Saat aku sedang melihatnya dengan wajah penuh rasa
kasihan di wajahku, dia tiba-tiba mengatakan sesuatu.
“Kato, kau sudah tau kalau ada
tetangga baru di sebelah rumah kita, kan?” Kata kakakku sambil meneguk kopinya.
“Iya, kenapa?” Aku membalasnya dengan
rasa malas yang mulai menjalar di tubuhku. Aku takut dia mengatakan hal-hal
aneh atau berbuat bodoh di depan Ayumi dan keluarganya.
“Kemarin malam aku berkunjung ke rumah
mereka, dan mereka ternyata sangat ramah dan baik. Dan juga, dia mempunyai anak
perempuan yang cantik dan imut loh”
Kakakku
sudah bertemu dengan Ayumi? Ayumi yang malang.
Semoga dia tidak mendengarkan apa pun yang di katakan si bodoh ini, kalau dia
mengatakan yang aneh-aneh soal diriku ke Ayumi dan keluarganya. Aku pastikan
hubungan sedarah yang tadi dia
katakan padaku akan aku lupakan.
“Jadi aku menyarankan kepada mereka agar kau
berpacaran dengan anak mereka, dan mereka setuju.”
Aku hampir tersedak minumanku saat
mendengarkannya. Apa yang makhluk itu
lakukan? Kenapa dia seenaknya? Apa yang dia pikirkan? Melihatnya tersenyum
puas sambil mengatakan itu, membuatku lupa kalau dia kakakku. Baru saja aku
memikirkan akan melupakan tentang hubungan sedarah
yang dia katakan kalau dia bicara sesuatu yang aneh kepada Ayumi dan
keluarganya, tapi dia malah mengatakan hal yang lebih parah daripada di sebut aneh.
Apa yang Ayumi pikirkan saat mendengar ocehan si bodoh ini? Kuakui.. aku
sedikit..... penasaran.
Aku lalu berjalan ke arah dapur dan
mengambil sebilah pisau, dengan tersenyum aku mengacungkan pisau dapur itu
tepat di depan wajahku “Kak... kau mau hidupmu berakhir sampai disini!?”
Dia mengeluarkan ekspresi yang sangat
serius seperti dia sedang bertarung di kompetisi bela diri. Dengan cepat dia
memegang tanganku yang sedang memegang pisau dan dengan satu gerakan, posisinya
sudah terbalik. Aku yang sekarang di acungkan pisau di depan mataku.
“Ayolah, bukankah ini kesempatan bagus untuk
memulai kehidupan yang baru?” ucapnya
sambil mengayunkan pisau itu di depan mataku.
“Kesempatan bagus apanya? Kau hanya
memperburuk keadaan!” Jawabku dengan nada ketus.
“Dan juga sepertinya nanti Ayumi-chan
akan kesini untuk berangkat bersamamu. Jadi, lebih baik kau segera bersiap.”
“Kenapa kau yang memerintahku?”
“Sudah cepat!”
Kenapa semakin hari malah semakin
memburuk keadaannya. Sepertinya doaku pagi hari ini juga tidak di terima oleh
Tuhan. Apakah ini semua takdir atau hukuman untukku karena menjadi orang yang
tidak perduli dengan sekitarnya? Aku seperti ini bukan karena aku benci
Kakakku, tapi aku hanya benci jika aku selalu di ganggunya. Sepertinya di dunia
ini tidak ada orang lain yang bisa dia ganggu.
Dengan segera, akupun langsung bersiap
untuk berangkat ke sekolah. Walaupun, bisa di bilang ini masih terlalu awal
untukku yang biasanya datang paling lambat ke sekolah. Dan tidak lama bel rumah
kami berbunyi.
“Iya sebentar” Jawab kakakku.
Hanya suara kakakku yang bisa kudengar
dari kamarku saat ini. Dan beberapa menit kemudian dia mulai memanggilku ke
bawah. Aku pun langsung turun dan melihat sosok Ayumi yang sudah menungguku
untuk berangkat ke sekolah bersama.
“Selamat pagi, Kazuki-kun” Sapa Ayumi
dengan senyumannya yang khas itu.
“Kau cukup bersemangat ya pagi hari
ini.”
“Apa iya?”
“Apa... aneh sekali? Tidak ada hal
lain yang kalian lakukan saat bertemu? Bagaimana dengan kecupan selamat
paginya?” Ucap seseorang yang tidak lain adalah kakakku.
Aku terkejut ketika mengetahui Kakakku
sudah ada di belakangku, dengan wajah bodohnya dan tangan bersandar pada bahuku
yang sedang memakai sepatu dia mengatakan sesuatu yang bodoh seperti itu tanpa
memikirkannya terlebih dahulu.
Nampaknya Ayumi juga sangat terkejut
mendengarnya. Aku bisa melihat wajahnya tiba-tiba merah merona. Dia sampai
tidak bisa berkata apa-apa saat mendengarnya.
“Jangan di dengarkan Ayumi, dia memang
sudah rusak dari lahir.”
“Kejamnya, kalau begitu kenapa hanya
aku yang rusak?” Balas Kakakku dengan memukul memukul kepalaku.
“Entahlah, tanyakan saja pada I...
Lupakan saja.”
“Apa kau masih saja memikirkannya,
Kato?” Ucap kakakku
“Berisik, Aku berangkat dulu”
Aku langsung berdiri dan berjalan
keluar melewati Ayumi. Aku juga melihat ke belakang dan melihat Ayumi sempat
membungkuk dan memberi salam pada Kakakku lalu segera menyusul langkahku. Aku
tidak bisa membiarkan dia terus bersama Kakakku. Apapun akan kulakukan agar
bisa membuat mereka berdua tidak bertemu.
Jujur saja aku sangat gugup pergi ke
sekolah bersama teman apalagi dia seorang wanita. Tapi sepertinya Ayumi
benar-benar orang yang sangat tenang, di wajahnya sama sekali tidak ada
ekspresi gugup. Sedangkan aku terus memikirkan kalau aku sedang bersama dengan
gadis yang kemarin memelukku dan membiarkanku tidur di pangkuannya untuk
pertama kalinya. Bahkan, Kakakku saja tidak pernah melakukan itu padaku, pada
saat orang tua kami terbunuh, Kakak sedang kuliah dan tidak mengetahui kejadian
itu. Setelah itu dia hanya mengenggam tanganku dan berjanji kalau dia akan
menjagaku sampai kapanpun. Saat itu aku bisa melihat walaupun Kakak tidak
menangis tapi hatinya sangat hancur. Dan dia bisa menunjukkannya, kalau selama
ini dia bisa melindungiku dan mengurus semuanya sendirian.
“Kazuki-kun kenapa kau sangat
terburu-buru?” Tanya Ayumi sambil melihat ke arahku.
Aku tidak sadar dia sudah berjalan
disampingku. “Tidak apa-apa, aku hanya ingin segera ke sekolah.” Balasku sinis
karena sudah tidak ingin membahas hal itu.
Selama aku berjalan menuju sekolah,
Ayumi selalu tersenyum. Dia seperti mengalahkan semua keindahan di pagi hari
ini. Bahkan sinar matahari pagi ini tidak mampu mengalahkan senyuman yang
terlukis di bibirnya. Aku sesekali melihatnya dan entah kenapa di dalam diriku
aku merasa tenang, merasa nyaman, dan merasa hangat di dalam hatiku.
Sesaat aku sampai di sekolah, ternyata
turun hujan. Untung saja aku dan Ayumi sudah tiba terlebih dahulu sebelum kami
kehujanan. Seharusnya pelajaran hari ini ada pelajaran olahraga yang sangat
tidak ingin kuikuti karena sangat melelahkan. Dan bagusnya sekarang sedang
hujan. Jadi kelas olahraga di liburkan untuk hari ini karena kami tidak bisa
turun ke lapangan.
Kemudian Izumi mulai bicara dengan
wajah tidak bersemangat, “Ahh, di saat seperti ini cuaca menjadi tidak
mendukung.”
“Apa maksudnya dengan di saat seperti
ini?”
“Bukan apa-apa. Aku hanya malas
belajar di kelas. Aku lebih suka olahraga karena tidak menggunakan otak.”
“Begitukah? Kalau begitu, berarti
hanya aku yang benar-benar mensyukuri hujan yang diberikan oleh Tuhan di sini.”
“Jarang sekali kau mensyukuri sesuatu.
Apa yang kau syukuri dari hujan ini?” Ucap Izumi
“Suasana yang nyaman untuk tidur pastinya,”
jawabku dan lalu menaruh kepalaku diatas meja.
Cuma saat hujan waktu yang tepat untuk
tidur. Mungkin tidur kedengaran seperti sesuatu yang sepele. Tapi bagiku tidur
itu sebuah obat penenang yang sangat bagus apalagi saat aku sedang memikirkan
masa laluku. Hanya dengan tidur aku bisa sedikit mengurangi rasa sakit akibat
kehilangan orang tuaku. Dan tentunya obat yang paling bisa menenangkan hatiku
adalah ketika aku tahu Kakakku yang satu-satunya anggota keluargaku baik-baik
saja.
Suara kelas yang berisik membuatku
tidak bisa tidur dengan tenang. Aku pun hanya memejamkan mata untuk bersantai.
Aku bisa mendengar suara berbagai macam suara di kelas ini. Di salah satu semua
suara di kelas ini, aku mendengar suara Ayumi. Aku membuka sedikit mataku dan
melihat bahwa dia sedang berbicara dengan Izumi. Aku tidak tahu apa yang mereka
bicarakan, aku sedikit penasaran, tapi aku tidak mau mereka pikir bahwa aku
orang yang suka ikut campur pembicaraan orang lain.
“Terlebih lagi, aku penasaran apa yang
kalian lakukan di taman waktu itu? Kau menyatakan cinta pada Kato?” Tanya Izumi
pada Ayumi.
Gawat,
si bodoh itu menanyakan sesuatu yang tidak berguna. Semoga Ayumi tidak menjawab
dengan jawaban yang sama tidak bergunanya dengan pertanyaan itu.
“Tidak. Kami hanya membicarakan
sesuatu sebagai sesama murid pindahan,” jawab Ayumi sambil tersenyum.
“Benarkah?”
“Iya.”
Bisa gawat kalau sampai Izumi tahu apa
yang terjadi di taman hari itu. Cukup Ayumi saja yang tahu semua tentangku. Semoga
Ayumi juga berpikir seperti itu.
Kemudian aku terbangun dan melihat
mereka berdua. Mungkin mereka pikir aku baru saja terbangun dari tidur sebentar
itu. Sebenarnya aku sama sekali tidak tidur dan bisa mendengar semua yang
mereka katakan. Kau tidak akan pernah bisa tidur jika Izumi berada disampingmu.
“Apa kalian sudah masuk ke sebuah
klub?” tanya Ayumi.
“Belum. Lagi pula aku ini anggota
OSIS. Tapi, setahuku si bodoh yang bisanya hanya tidur ini juga hanya ikut Klub
Pulang Ke Rumah.”
“Izumi-kun,
kau OSIS? Heh... aku tidak memperhatikannya,” ucap Ayumi
Aku pun juga belum tahu kalau si bodoh
ini anggota OSIS. Aku pikir orang seperti dia tidak akan pernah diterima jadi
anggota OSIS. Orang seperti dia hanya pantas masuk klub merangkai bunga.
Mungkin sebaiknya aku tidak mengatakannya kalau aku tidak tahu dia sebenarnya
anggota OSIS.
Setelah mendengar itu Izumi langsung seperti
menjadi orang lain, orang yang tidak ada semangat dalam dirinya, “Sepertinya
aku kekurangan perhatian.”
“Tenang saja, bukan hanya Ayumi saja
yang tidak tahu, tapi seisi kelas ini juga begitu. Benar kan, semua? Kalian
semua tidak tahu kalau Haru Izumi anggota OSIS, kan?” Tanyaku pada semua orang
di kelas.
Mereka lalu saling melihat satu sama
lain dan tidak ada yang menjawab sama sekali. Aku bisa melihat wajah kaget
mereka semua. Jelas saja, aku yang selalu bersamanya saja tidak tahu. Apalagi
mereka? Dan sesaat kemudian ada seorang gadis yang mengangkat tangannya.
“Anu... Aku kira itu hanya mitos,”
ucapnya dengan nada ketakutan.
“ITU BAHKAN LEBIH BURUK LAGI!!!”
teriak Izumi, “Lagipula, aku lebih memilih tidak ada yang tahu dibanding mereka
tahu dan menganggap itu hanya mitos,” lanjutnya.
Ayumi lalu menepuk-nepuk bahu Izumi.
Mungkin dia bermaksud ingin menghibur Izumi dan menyuruhnya untuk tidak usah terlalu
memikirkannya. “Jadi, kalian berdua masih belum bergabung dengan klub apa pun?”
“Sepertinya begitu Ayumi-san” Izumi menjawabnya.
“Kalau begitu, ini tidak bisa di
biarkan.” Ucap Ayumi dengan tegas.
“Hah? Apa maksudmu?” Tanyaku.
“Masa-masa SMA tanpa mengikuti klub
adalah suatu kesalahan. Bagaimana bisa kalian berpikir seperti itu?”
“Menurutku tidak ada yang salah dengan
itu,” jawab Izumi dan melihat ke arahku.
Aku pun membalas kata-kata Izumi,
“Menurutku juga begitu. Yang salah hanya isi kepalamu Izumi.”
“Sepertinya kau tadi sedang tertidur,
Kato?”
“Entah kenapa, mengejekmu membuatku
tidak mengantuk lagi.”
Ayumi sepertinya tidak tertarik untuk
mengejek Izumi. Dia hanya melihat kami dan sesekali tersenyum. Mungkin dia juga
kesal karena kami mengabaikan pertanyaannya. Tidak lama kemudian dia mulai
berbicara lagi.
“Kazuki-kun. Memang apa alasan kau
tidak ingin bergabung dengan klub?”
“Ahh... itu merepotkan. Memikirkannya saja
sudah melelahkan.” Jawabku.
“Kazuki-kun! Bukannya saat di SMP kau
mengikuti Klub Sepak Bola? Lalu kenapa sekarang kau tidak mengikutinya juga?”
“Kenapa kau mengetahuinya? Apa kau sudah
memata-mataiku sejak lama? Dan juga aku sudah sadar ternyata sepak bola itu
sangat melelahkan.”
“Aku kan memperhatikanmu saat SMP, dan
temanku juga berada di Klub Sepak Bola saat itu dan aku sering melihat kau
sedang latihan.”
“Bukankah itu namanya menguntit?”
“Tidak! Aku hanya tidak sengaja
melihatmu sedang latihan bersama Klub Sepak Bola.”
Aku tidak bisa memberitahukannya kalau
waktu itu aku keluar dari Klub Sepak Bola karena berkelahi dengan salah satu
senior di klub itu. Aku tidak suka dengan cara bermainnya yang kasar terlebih
kepada junior di klub itu. Aku berkelahi dengannya setelah ada satu temanku
yang kakinya patah karena dia melakukan pelanggaran yang sangat buruk dan dia
hanya tertawa dan malah berkata kalau temanku itu tidak usah bermain sepak
bola. Sekarang kudengar dia berhenti menjadi pemain bola karena semua orang di
timnya tidak ada yang suka gaya bermainnya. Itu juga salah satu alasanku kenapa
aku tidak berminat bergabung dengan klub apapun, karena aku tidak mau mengalami
kejadian merepotkan seperti itu lagi.
“Anu... bisakah kalian mengajakku juga saat
berdebat? Aku tidak kebagian berbicara sejak tadi.” Ujar Izumi sambil mengangat
tangannya.
“Oh Izumi kau masih di sini?” Jawabku
dengan suara datar.
“Apa aku menjadi hantu hanya dalam
beberapa menit saja sampai kau tidak menyadari keberadaanku?”
“Kau bukan hantu... kau alien.”
“ITU MASIH BUKAN MANUSIA,” teriak
Izumi, lalu bicara lagi dengan suara kesal, “Sebenarnya kalian ingin aku pergi
dari sini, kan?”
“Tidak, tidak juga. Tenang saja aku
tidak sekejam itu.” Jawabku.
“Hei... memanggil orang lain hantu dan
alien itu kau sebut apa?”
Aku mengabaikan pertanyaannya, “Izumi
bisa tolong belikan aku Coffe Latte dari
Vending Machine di gedung sebelah?”
“Lihat! Kau memang berniat begitu kan?
Setelah memanggilku hantu dan alien sekarang kau menyuruhku untuk membelikanmu Coffe Latte.”
“Tidak... Lihatlah aku meminta
bantuanmu. Berarti kau masih manusia, kan?” Aku meyakinkannya dengan nada
memohon.
“Hmm... Baiklah,” lalu aku memberikan
uang padanya.
Izumi lalu menerimanya dan pergi untuk
membeli minuman untukku. Dia tidak tahu kalau aku sudah memeriksa semua Vending Machine di sekolah ini
sebelumnya dan aku tidak mendapatkan Coffe
Latte dan hanya membeli teh.
“Kato. Maaf tidak ada Coffe Latte disana,” ucap Izumi sesaat
setelah dia kembali.
“Begitukah? Sebelum aku datang ke
kelas aku juga berniat membelinya dan ternyata tidak ada. Kupikir jika kau yang
membelinya akan langsung ada,” Jawabku tanpa rasa bersalah.
Mendengar itu Izumi hanya bisa melemah
dan tersungkur di lantai tapi aku bisa mendengarnya mengatakan sesuatu.
“Dasar Iblis.”
“Hei. Kau baru saja protes karena
orang lain memanggilmu hantu dan kau sudah memanggil orang lain dengan sebutan
iblis. Dasar hantu pendendam.”
“Kato. Ini tidak akan ada habisnya,”
balas Izumi dengan ketus.
“Aku mengerti, maaf. Aku hanya becanda
sedikit.”
“Sedikit katamu?”
“Ini sebagai permintaan maafku,” ucapku
sambil memberikannya jus kotak yang kubeli saat jam istirahat tadi.
Aku dan Izumi sudah lumayan lama
berteman. Jadi, dia sudah cukup mengetahui tentangku. Begitupula denganku,
Izumi dan aku sudah sangat akrab akhir-akhir ini. Selagi kami bercanda pun
Ayumi hanya mendengarkan dan tidak ikut dalam candaan kami. Walaupun dia ikut
ke dalam candaan kami, aku mungkin tidak akan bisa becanda dengannya karena
pasti rasa gugup langsung menyelimuti pikiranku. Tapi aku tidak tahu jika si
bodoh ini. Mungkin saja dia masih bisa mengatakan hal bodoh walaupun di depan
Tuhan.
“Jadi, bagaimana kalau kita sedikit
melihat-lihat klub untuk mengisi waktu kosong ini?” tanya Ayumi.
“Kalau begitu bagaimana kalau kita ke
ruang guru saja? Disana kita bisa melihat daftar klub di SMA Sumire ini.” Ujar
Izumi dengan tersenyum.
“Seperti yang di harapkan dari OSIS
yang cekatan,” ucapku dengan wajah terkesan.
Perjalanan ke ruang guru memang butuh
waktu sedikit karena jaraknya dengan kelasku lumayan jauh. Sebenarnya aku
sangat tidak ingin untuk mengikuti mereka, tapi kalau aku menolak aku akan
melihat sesuatu yang tidak ingin kulihat. Dan sesampainya disana kami pun
langsung meminta izin pada Guru yang ada di sana untuk mencari klub yang cocok
untuk kami di daftar klub.
Sudah beberapa menit Ayumi dan Izumi
melihat isi daftar klub itu dan belum juga menentukan klub mana yang ingin
mereka ikuti. Sepertinya Ayumi sudah memulai kelelahan saat mencari klub mana
yang tepat untuk kami ikuti, mungkin ini kesempatan yang bagus untuk membuatnya
menyerah dengan hal ini.
“Benar, kan? Kalau begitu ayo kita sudahi
ini dan kembali ke kelas,” ucapku dan segera berjalan menuju pintu keluar.
“Mau kemana kau?” tanya Ayumi sambil
menarik tanganku.
“Kembali ke kelas, suasana di sini
membuatku mengantuk,” jawabku dengan pura-pura menguap.
Aku tidak akan pernah bisa mengikuti
klub apa pun. Aku tidak punya semangat sebesar yang murid lain punya. Belum
lagi, aku mudah lelah dan sering mengantuk. Aku juga tidak mungkin bisa bekerja
sama dengan anggota klub nantinya. Aku lebih memilih untuk tidak mengikuti klub
daripada aku nantinya mendapat masalah yang merepotkan karena tidak berguna di
klub.
Sesaat kemudian pintu ruang Guru
terbuka. Disana sudah berdiri murid perempuan, “Permisi” ujarnya dan melangkah
masuk ke dalam.
Gadis itu terlihat sangat cantik.
Rambutnya yang panjang dan berwarna hitam itu terlihat sangat indah. Dia pasti murid tercantik di sekolah ini.
Aku juga bisa menebak banyaknya pria yang suka padanya di sekolah ini. Mungkin
di lokernya sudah tak terhitung berapa banyak surat cinta yang diletakkan
disitu.
“Siapa dia?” Tanyaku pada Ayumi.
“Kau becanda? Dia Yuki Sakura. Dia ada
dikelas yang sama dengan kita,” jawabnya dengan berbisik.
Aku hanya mengangguk tanda mengerti
dan melihat gadis itu berjalan ke arah Mia-sensei
yang sedang memeriksa beberapa lembaran kertas di mejanya. Dia terlihat
berbicara dengan wajah serius dengan Mia-sensei.
Gadis itu juga seperti sedang memohon akan sesuatu padanya.
Tiba-tiba Mia-sensei melambaikan tangannya pada kami dan memanggil kami, “Kazuki
dan kalian juga. Bisa kesini sebentar?”
Kemudian kami pun mendatangi Mia-sensei yang sedang bersama dengan gadis
itu.
“Kudengar kalian sedang mencari klub
bukan?” Ucap Mia-sensei lalu
meletakkan kertas yang tadi di pegangnya ke atas meja.
Ayumi menjawab dengan mengangguk. Dia
bicara dengan suara pelan, “Kami sedang melihat daftar klub dan masih belum
menemukan klub apa yang ingin kami ikuti. Memang ada apa sensei?”
Mia-sensei terdiam sebentar dan wajahnya menandakan dia sedang
memikirkan sesuatu. Lalu dia membuka laci di mejanya dan mengambil sebuah
kertas dari dalam laci itu dan menyerahkannya pada Yuki dan berbicara lagi pada
kami.
“Yuki-san ingin membuat sebuah klub. Dia memintaku untuk menjadi
pembimbing klubnya. Tapi, sekolah memiliki aturan bahwa siapa pun yang ingin
membuat klub harus memiliki minimal empat orang anggota pertama. Berhubung
kalian sedang mencari klub dan berada di kelas yang sama. Jadi aku
menanyakannya pada kalian apakah kalian mau bergabung dengan klub yang mau
dibuat Yuki-san. Dengan begitu, kalian sudah mempunyai empat orang dan memenuhi
persyaratan untuk membuat sebuah klub.”
“Kalau boleh tau kau ingin membuat
klub apa Yuki-san?” Tanya Izumi.
“A... Aku ingin membuat Klub Relawan?”
Jawabnya dengan wajah gugup.
Aku sedikit terkejut dengan apa yang
Yuki katakan, Izumi dan Ayumi juga terlihat sangat bingung. Kami semua melihat
satu sama lain dengan wajah kebingungan. Aku tidak mengerti apa maksudnya Klub
Relawan. Terlebih lagi aku juga tidak tahu apa tugas dari klub itu nantinya.
Bagaimana bisa bergabung dengan klub yang sama sekali kau tidak mengerti?
Aku memberanikan diri untuk bicara
padanya. “Apa yang kau maksud relawan seperti di lembaga-lembaga sosial yang
memberikan bantuan tanpa bayaran?”
Dia melihatku dan menatapku dengan
wajah serius, “Benar. Aku ingin membuat klub dimana kita akan membantu murid
lain untuk menyelesaikan masalahnya. Tentu saja sebelum kita membantunya kita
akan mempertimbangkannya dulu agar tidak menjadi masalah yang lebih besar
lagi.”
“Sepertinya itu menarik. Benar, kan,
Izumi?” Seru Ayumi dan melihat ke arah Izumi.
Sepertinya Ayumi dan Izumi sudah
memutuskan untuk bergabung dengan Klub Relawan dengan hanya melihat reaksi
mereka. Hanya dengan memikirkannya aku sudah tahu bahwa itu akan menjadi
sesuatu yang merepotkan. Banyak sekali murid di sekolah ini dan tentu saja
mereka semua memiliki masalah mereka sendiri-sendiri. Belum lagi ada
kemungkinan ada sebagian murid yang mengejek Klub Relawan nantinya karena tidak
semua orang mempunyai pandangan yang baik tentang orang yang membantu orang
lain tanpa dibayar.
Hanya aku saja yang belum menentukan
pilihan. Aku ingin sekali menolaknya. Tapi, bila aku menolaknya waktuku bersama
dengan Ayumi dan Izumi akan menjadi sangat sedikit dan kami akan jarang sekali
bertemu. Seberapa kuatnya aku ingin menolaknya, rasa akan kesepian
mengalahkanku.
“Aku tahu Ayumi dan Izumi sudah setuju
bergabung. Aku juga akan bergabung bila kau menjelaskan lebih rinci lagi tujuan
kau membuat klub itu,” tanyaku.
Yuki terdiam sebentar dan berkata lagi
dengan suara lembut, “Sederhana sekali. Aku hanya ingin membantu orang lain
menyelesaikan masalah yang tidak bisa mereka selesaikan sendiri agar mereka
tidak menyesalinya suatu saat nanti.”
Aku hanya tersenyum dan melihat ke
arah Izumi dan Ayumi yang juga tersenyum. Aku tidak menyangka bahwa masih ada
orang yang mau melakukan hal merepotkan seperti itu. Dan semua itu adalah hal
yang selama ini aku ingin lakukan tapi aku tidak bisa melakukannya dan aku
berakhir dengan penyesalan selama ini.
“Kau yakin kau bisa memegang semua
perkataanmu?” Tanyaku.
“Tentu saja,” Jawabnya dengan wajah
penuh keyakinan.
“Baiklah. Aku akan bergabung.”
“Tidak kusangka aku bisa mendengar
kata itu dari Kato,“ ucap Izumi dengan nada meledekku lalu merangkul pundakku.
“Diamlah hantu.”
Aku sama sekali tidak melihat
sedikitpun keraguan pada mata Yuki ketika memberitahu alasan membuat klub ini.
Aku juga tidak tahu apa ada maksud tersembunyi atau tidak pada ucapannya itu.
Aku hanya memikirkan bahwa aku ingin membantu orang lain agar tidak menjadi
sepertiku, karena aku tahu rasanya hidup dalam penyesalan itu tidak ada bedanya
dengan mati.
“Terima Kasih Kazuki-kun. Terima kasih semuanya,” ucap Yuki
sambil membungkukkan badannya.
“Baiklah. Cepat tulis namamu pada
formulir itu. Aku yang akan menjadi pembimbing klub kalian,” ujar Mia-sensei.
“Sepertinya kita akan lebih sering
bersama.” Ucap Izumi dengan suara keras dan wajah yang bersemangat.
“Baru kali ini kau benar,” balasku dan di
iringi tawa kami semua.
Original Light Novel 'This Is Unfair' Chapter 2 by Fatra Shiroyasha
Author : Unknown
Tag :
Light Novel